Sunday, January 10, 2010

Memaknai Cinta

suatu sore dikos-an sederhana..seorang adik tingkat, 3 tahun dibawahku bertanya, 'mbak pernah jatuh cinta?' tanyanya dengan agak sungkan dan terkesan sangat berhati-hati. melihat kekikukan yang ada padanya, aku menjawab ringan dengan suasana yang dibuat santai 'pernah, dului waktu smu..' jawabku sekenanya. 'kenapa? ada masalah? atau lagi....hmmm' aku tersenyum mencoba menggoda.
Akhirnya, cerita panjang itu mengalir dari lisannya, ya ternyata dia sedang jatuh cinta dan bingung bagaimana harus menyikapinya..dialog singkat terjadi antara kami, tidak tuntas karena aku harus segera pergi..ada janji yang harus ditunaikan sore itu.

masih disuatu sore...
entah lagi melankolis, atau apalah namanya. penggalan2 dialog 3 hari yang lalu kembali tergiang. tentang cinta, diatas sepeda motor yang aku kendarai dengan sangat lambat aku mencoba berdialog dengan diri sendiri, mencoba merenungkannya dengan lebih dalam!
Cinta, kita tentu sama2 pernah merasakannya...mungkin sulit diungkapkan, karena tak selamanya kedalaman cinta mampu dimaknai oleh rangkaian kata yang diucapkan oleh lisan. mungkin juga sulit dirasakan, karena tak jarang perasaan menjadi bias dan porak poranda ketika bertemu yang namanya cinta..karena cinta memang sangat mudah memutar balikkan bahkan mencampuradukkan semua rasa..tapi itulah cinta!
ketika banyak orang yang bilang dengan cinta seorang penjahat bisa menjadi penolong, menurutku itu saja tidak cukup. karena dengan cinta seorang yang baik sekalipun dalam waktu singkat bisa juga berubah menjadi penjahat!
cinta itu seperti api, banyak memberi manfaat bagi kehidupan, tapi tak jarang api melahap dan meluluhlantakkan semua yang ada hingga hanya menyisakan arang, abu dan kesedihan!
Cinta itu seperti air, mengalir memberi ketenangan, kedamaian dan kesegaran bagi para pengelana, tapi tak jarang putaran arusnya menjadi air bah yang membinasakan dan hanya menyisakan puing, lumpur dan kehilangan!
Cinta itu seperti angin, bertiup menghilangkan kegerahan, tapi tak jarang tiupan angin itu justru merobohkan banyak bangunan dan menggulingkan pohon2!
tapi...
Cinta juga seperti nafas, tidak mampu dipisahkan dengan jiwa
Cinta seperti nadi yang tak bisa berpisah dari denyutnya..
Cinta seperti nyawa, yang tanpanya berarti matilah raga!
Cinta adalah kado istimewa dari sang pencipta, maka ia pun harus disikapi dengan cara2 yang istimewa.
penyikapan yang proporsional, tidak kekurangan dan tidak juga berlebihan!
jadi jika saya ataupun anda lagi jatuh cinta, maka mintalah petunjuk kepada sang Maha Pencinta, untuk mampu memahami dan menyikapi cinta dengan sewajarnya..
karena banyak orang yang cerdas dan pintar, tiba2 menjadi begitu bodoh hanya karena cinta!
ini terjadi karena fikiran tidak sepenuhnya mampu mengendalikan cinta, karena rasa cinta hanya mampu difahami dan dikendalikan oleh cinta juga...

masih disore yang sama, sepulang kerja...

Love What You Do!

Beberapa hari lalu seorang teman lama menghubungiku via telfon. Dulu kami teman akrab di SMU, kami berpisah setelah sama2 kuliah, karena dia kuliah di universitas mulawarman Samarinda, sementara aku kuliah di universitas lambung mangkurat di banjarbaru. Semenjak saat itu kami jarang bertemu, paling hanya 1 tahun sekali ketika sama2 pulkam menjelang lebaran idul fitri atau aku lagi liburan ke Samarinda.tapi adakalanya kami juga tidak bertemu karena aku segera kembali ke Banjarbaru, lantaran kuliah masuk lebih awal.
Semenjak saat itu, hubungan pertemanan terus kami abadikan via Hp meskipun terkadang kami tenggelam dalam kesibukan aktivitas dan rutinitas masing-masing. kadang aku yang menelpon, kadang juga dia.
Setelah hampir 7 bulan lamanya, kemarin dia menghubungiku, awalnya sekedar menanyakan kabar, dia menanyakan kapan aku pulang. Dan mengabarkan bahwa saat ini dia sudah di Berau-kota kelahiran kami-, kemudian seperti biasa kami akan bercerita panjang lebar tentang apa yang kami alami. Namun kemarin proporsi bercerita sepertinya lebih banyak untuknya, aku memilih mendengarkan.
Ketika lulus kuliah september lalu, dia langsung ditawari bekerja disebuah perusahaan ternama di kota kami, namun karena merasa tidak sreg dengan pekerjaan itu, akhirnya setelah 2 bulan bekerja dia memilih untuk keluar. Setelah menulis banyak lamaran pekerjaan, awal januari ia kembali mendapat panggilan, kali ini disebuah perusahaan kontraktor, karena dia jurusan tekhnik. Kalau sebelumnya dia bekerja dibagian administrasi, kali ini dia harus terjun ke lapangan. Namun lagi2, ia memutuskan berhenti dari pekerjaannya setelah bekerja kurang lebih selama 1 bulan. katanya selain tidak sreg dengan lingkungannya, kondisinya pun tidak kondusif bagi seorang perempuan.
Ia meneruskan ceritanya, 5 kali ia sempat bekerja ditempat berbeda, namun semua pekerjaannya tak berumur panjang, hanya karena dia tidak sreg. Sehingga sekarang ia hanya menghabiskan waktunya dirumah. Namun dirumahpun membuat dia selalu merasa tertekan karena tuntutan keluarga yang mengharapkan ia bekerja.
Setelahnya Aku berfikir sejenak, apa yang menjadi akar persoalan yang menimpa sahabatku ini. Ternyata menurutku, dia belum mengupayakan apa yang menjadi modal orang-orang sukses dalam bekerja. Dialah rasa suka dan Cinta terhadap pekerjaannya. Banyak orang yang sukses bekerja ditempat dan kondisi yang ia sukai, namun jarang yang sukses ketika ia berhadapan dengan aktivitas dan kondisi yang kurang menyenangkan. Atau simpelnya, mengerjakan apa yang dicintai itu biasa, tapi mencintai apa yang dikerjakan itu yang luar biasa!. Dan masalahnya tidak semua orang punya keberuntungan untuk bekerja ditempat yang ia sukai. termasuk sahabatku tadi.
Mengapa harus suka dan cinta? Karena menurutku tak ada suatu pekerjaanpun yang akan maksimal tanpa cinta. dengan cinta akan lahir keikhlasan yang memunculkan energi yang besar dan tak terbatas. Karena ketika seseorang mencintai sesuatu, maka ia akan mengalokasikan waktu, tenaga, dan fikiran lebih banyak untuk yang dicintainya, ia akan berkorban lebih besar dibandingkan pengorbnan orang lain. sehingga hasilnya pun pasti akan berbeda.
Ketika kita mencintai pekerjaan dan tempat dimana kita bekerja, maka kecintaan pun akan mengubah mental kita menjadi positif dan konstruktif, semua yang kita alami dalam bekerja dapat berubah menjadi batu loncatan. Karena tidak ada yang namanya hambatan bagi orang yang bermental positif, yang ada hanyalah kesempatan. Kesempatan untuk maju, kesempatan untuk berkompetisi dan kesempatan untuk melahirkan karya terbaik yang sanggup ia lakukan.
Maka pada saat yang sama, dengan sendirinya akan muncul motivasi serta dorongan untuk sukses, yang berbuah pada lahirnya berbagai bentuk kreativitas dan produktivitas kerja. Pekerjaannya akan selalu punya nilai tambah dari waktu ke waktu. Hasil pekerjaannyapun akan mempunyai khas berbeda dari hasil pekerja yang lain. karena semuanya ia lakukan lahir dari hati dan cinta, tidak sekedarnya.
Mencintai pekerjaan juga salah satu yang dianjurkan Allah dan RasulNya, karena dengan mencintai pekerjaan, seseorang akan mempunyai keikhlasan dan tawakkal dalam bekerja. Dan keikhlasan serta tawakkal itulah yang menjadikan setiap aktivitas yang kita kerjakan bernilai.
Untuk mencintai pekerjaan, kita butuh waktu untuk merenung, menemukan jawaban ’why’ atas aktivitas kita. Mengapa kita harus berkerja disana? Mengapa kita harus mengerjakan pekerjaan itu? Semakin banyak jawaban yang kita temukan, maka sebanyak itu pulalah cinta yang telah tumbuh dan akan membantu kita giat dalam bekerja..jika jawaban itu belum kita temukan, mungkin kita butuh waktu lebih lama untuk merenung dan menemukan jawabannya untuk masa depan kita..
So, do what you love and love what you do!


Masih dengan semangat,
Pergi ke kantor pagi ini...

Mozaik Akhir Pekan

Sore dipenghujung hari kerja…
Aku bersiap-siap menyelesaikan deadline berita lebih awal dari biasanya, sebelum jam 3 sore. harapannya minimal jam 5 lewat sedikit aku sudah bisa go out dari kantor. sore ini seperti rutinitas biasa dihari jum’at, Aku berencana pulang ke Banjarbaru. Entah apa sebabnya, menurutku suasana Banjarbaru yang tidak begitu sesak dan sumpek layaknya Banjarmasin, mampu menjadi obat untuk menghilangkan rasa jenuh sepanjang hari kerja.
Tapi ternyata prediksiku salah, jam 5 kembali ke kantor, tidak seperti biasa aktivitas kantor sepi, hanya ada seorang reporter yang usianya lebih tua 4 tahun diatasku. sementara kepala pemberitaan sekaligus redaktur kami yang biasanya berkutat membenahi berita yang disetorkan para reporter juga tidak berada ditempat. Segera aku mengecek beritaku yang berada disamping komputer produksi, niat awal mau langsung rekaman mengisi voice berita sendiri, kali aja sudah masuk proses editing saat ku tinggalkan sejenak tadi. Tapi ternyata belum, jadilah aku harus menunggu untuk beberapa waktu lamanya.
Tak ada rasa jengkel ataupun kesal, karena begitulah kantor kami, semuanya sangat kekeluargaan. Saking baiknya, redakturku juga hampir tidak pernah marah pada kami kami, misalnya menyetor berita terlambat atau melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh tim pemberitaan. Jadi tak ada alasan bagiku untuk marah kepada redaktur lantaran sudah hampir jam setengah 6 beritaku belum masuk proses editing.
Akhirnya aku baru bisa pulang dari kantor selepas adzan magrib. Siap dengan tas ransel berisi pakaian kotor selama 1 minggu dan slayer yang ku jadikan pelindung wajah dari debu dan kabut asap yang diprediksi memuncak dibulan agustus. lamat2 aku mengendarai sepeda motorku mengambil arah kanan dari kantor gubernur, dengan satu tujuan secepatnya pulang ke Banjarbaru.
Kira2 300 meter mendekati area bandara syamsuddin noor, aku menurunkan kecepatan sepeda motorku, dari yang semula 80 km/jam menjadi 20 km/jam. Ada yang menarik perhatianku, seorang ibu dengan cover ditangan kirinya dan tas jinjing ditangan yang satunya lagi. disampingnya ada seorang anak kecil berusia mungkin sekitar 7 tahunan. Ia berjalan gontai, menuju arah yang sama denganku. Pelan Aku memperhatikan wanita yang usianya mungkin tak terpaut jauh dari Ibuku itu. Aku ragu, antara rasa was-was dan keinginan kuat untuk berhenti lalu menanyakan beliau ingin kemana dan apakah membutuhkan bantuan.
Namun rasa penasaran sepertinya jauh lebih besar daripada rasa takutku, Akhirnya Aku memilih berhenti dan menghampirinya. Awalnya wanita yang entah siapa itu kaget, ia menatapku sebentar, jujur Aku takut. Aku menanyakan dengan bawaan sebanyak ini dia mau kemana, menjelang malam seperti ini Kenapa tidak naik angkot saja. Dia menjawab sekenanya dia sudah tidak mempunyai uang lagi untuk naik angkot, hanya tersisa uang ribuan 2 lembar. Aku terharu, kutawarkan bantuan untuk mengantarnya pulang.
Sebutlah namanya Jumi, bahasanya menggunakan logat jawa yang kental, meskipun dibahasakan dengan pelan, tapi aku tau itu bukan bahasa jawa halus. Dari ceritanya selama diperjalanan akhirnya Aku tau, Ibu jumi keturunan jawa yang menghabiskan masa kecilnya di daerah ini, tepatnya disekitar daerah gunung ronggeng perbatasan banjarbaru dan martapura. 5 tahun setelah menikah, ia dan suaminya terpaksa pergi merantau ke surabaya, ada pekerjaan yang cukup menjanjikan untuk memperbaiki kondisi hidup mereka yang saat itu sedang terpuruk. berharap tawaran itu mampu menjanjikan kebahagiaan bagi masa depan anak mereka. Malangnya, suaminya menelantarkannya dan memilih hidup bersama wanita lain tanpa alasan yang menurutnya ia sendiri tidak tau kenapa. Ibu jumi sendiri memilih kembali ke kampung halaman bersama anaknya karena ingin menghapus rasa sedih yang sering kali menyergapnya, selain itu ia masih memiliki satu saudara di daerah ini. Ia berbicara dengan nada yang coba ditegar2 kan, tapi bisa didengar dengan jelas ada kesedihan yang coba disembunyikan dalam2 disana.Hatiku teriris, nyeri menahan sakit, tega sekali! Bukankah sebelum ijab kabul diucapkan akan selalu ada komitmen??
Dalam perjalanan itu aku sempat bertanya, saat ini suaminya ada dimana. Ibu jumi tidak langsung menjawab, dia hanya menarik nafas pelan, cukup panjang dan terdengar agak berat..sambil tersenyum dia mengatakan, suaminya sekarang ada di Jember dan sudah memiliki 1 anak dengan wanita itu. 'mungkin dia sudah tidak ingat lagi dengan ibu' katanya dengan nada pasrah, Aku diam. tak berani berkata apapun. Aku hanya bisa berdo'a dalam hati, semoga Allah memberi kekuatan dan kelapangan hati untuk menghadapi semua ujian yang sedang dialaminya

disepanjang perjalanan menuju Asrama sepulang mengantar beliau, fikiranku melayang..tidak tau apa kesimpulannya. yang pasti Aku teringat kedua orang tua, Ayah dan Ibuku dirumah..Apa yang sedang mereka kerjakan,bagaimana hubungan keduanya.. ah, semoga Allah menguatkan ikatan cinta antara mereka dan mengabadikannya hingga ke syurgaNya..

Banjarbaru, menjelang isya...

Jurnalis Akhwat, Mengapa Tidak??

Tidak sedikit yang bertanya, mengapa akhirnya aku tergiur terjun mendalami dunia jurnalistik dan berkiprah di media massa, padahal latar belakang studyku matematika sains. Ini juga lah yang menjadi salah satu senjata yang digunakan dewan redaksi untuk membantaiku sewaktu tes wawancara saat memasuki dunia jurnalistik. tapi Alhamdulillah semuanya bisa ditangkis dan kujawab degan tepat, setidaknya begitu menurutku.
Mengapa Jurnalis? Karena Aku memang sudah mendambakannya jauh sebelum aku lulus kuliah. Dilatar belakangi peran muslimah di media massa yang memang begitu minim. Kalaupun ada ikhwah di media massa, banyak yang gugur atau jenjang karir kepenulisannya tak begitu baik. Ia dihargai bukan lantaran upayanya dan keahliannya dalam menulis, tapi hanya sebatas kondisi kantor yang mungkin terlalu mengedepankan prinsip kekeluargaan. Padahal media massa adalah salah satu alat untuk menguatkan eksistensi da’wah, simpul-simpul syiar islam, sarana pendidikan dan pencerdasan masyarakat, dan banyak lagi.
Teman2 bisa bayangkan,tanpa media massa maka tak mungkin penyebaran informasi bisa terjadi begitu cepat, orang hanya akan bermain di sisi dugaan. Disinilah peran Media massa, tiap jurnalis bertugas memperjelas dugaan dan menjadikan informasi tersebut layak untuk dipercaya. Ambillah contoh kasus virus H1N1 atau flu babi yang tersebar begitu cepat secepat kekuatan virus tersebut menginveksi. Namun disisi lain media massa juga harus berhati-hati, agar bisa memberitakan sesuatu sesuai proporsinya dan tidak berlebihan sehingga membuat masyarakat resah atau bahkan panik.
Media punya kekuatan! Hingga ada harapan besar yang mencuat dihati saya untuk juga bisa berperan didalamnya. ada sebuah tekad untuk menjadikan kekuatan media juga harus menjadi kekuatan muslim, meskipun saya yakin hal tersebut tidak mungkin dilakukan sendirian.
Kekuatan media massa terletak pada kemampuannya mempengaruhi opini umum. Ia dapat bergerak sebebas mungkin, sebebas kepentingan dari sipenggeraknya. Masalahnya sekarang adalah peran dunia islam yang masih sangat minim dalam dinamika yang terjadi pada dunia media massa. Berangkat dari keterbatasan umat islam itu sendiri, berbagai kendala muncul dari internal pribadi umat islam, seperti etos kerja, keterampilan, sampai pada keahlian dan semangatnya berwacana. Hal ini harus disadari. jika yang disebut-sebut sebagai momen kebangkitan umat islam ingin dicapai dalam bentuk realita, harusnya wacana tersebut tidak hanya berputar diangan-angan setiap muslim. Mungkin, kurang lebih inti beberapa baris ‘The Maastricht ’ inilah yang menjadi inspirasi agar saya yang juga seorang muslimah dapat mengambil peran didalam bagian-bagian da’wah ini, khususya didunia media meskipun masih sangat kecil.
Ketika sudah berada di dunia media massa apakah tantangan berhenti? Ternyata tidak teman, karena Kualitas tulisan dari para junalis muslim juga akan terus di uji. Sejauh mana tulisannya akan berpengaruh dalam pembentukan opini massa. Sejauh mana karyanya akan dilirik oleh pembaca, didengar oleh pendengar dan ditonton oleh pemirsa. dan apakah tulisannya tersebut memiliki nilai jual tinggi ditengah mafia global dunia penerbitan. Hal tersebut tentusaja harus dijadikan bahan evaluasi akan prestasi jurnalis muslim. Tujuan untuk selalu menyajikan berita berimbang merupakan sebuah tantangan, apalagi berhadapan dengan derasnya arus informasi yang dilatar belakangi banyak kepentingan, baik politis maupun pragmatis. Tentunya hal ini harusnya menjadi pembelajaran bagi seluruh jurnalis pemula, termasuk saya. Apakah selalu tergoda untuk menulis hanya dari satu sudut pandang saja, dan meremehkan atau menampik hal2 yang bersebrangan. Atau sebaliknya? Meramu kontroversi menjadi suatu berita yang menarik dan mencerdaskan konsumen media.
Tentunya, menulis hanya dari satu sudut pandang tidak akan memperkaya siapapun, bahkan bisa jadi dampaknya, tudingan tendensius justru tidak akan berhenti ditampung oleh pihak-pihak yang kita bela, belum lagi justifikasi dari orang lain yang menilai keberpihakan kita.dan parahnya kita akan terus berfikir sempit dan berputar pada satu hal yang sama yang mungkin tidak akan mencerahkan.
Lalu masihkah ada yang mempertanyakan mengapa saya memilih profesi ini? atau haruskah ada akhwat yang menjadi Jurnalis? How about you?

Banjarmasin..menyambut fajar...

Mengejar Api

Malam itu usai shalat isya Aku keluar bersama Fida seorang Adik tingkat yang saat itu baru menginjak tahun pertama perkuliahan. awalnya kami hanya sekedar ingin cari makan dan singgah ke warung fotocopy sebentar, ada bahan ujian esok yang belum dimilikinya, maklum rumah yang kami kontrak hampir semua isinya anak kuliahan, kecuali aku.
Sekitar beberapa menit di warung fotocopy, tiba2 jalan raya menjadi begitu riuh, hingar bingar suara puluhan sirene mobil pemadam kebakaran berpacu dengan bunyi gas kendaraan lain dijalan raya yang jumlahnya juga mencapai puluhan. Malam itu jalan raya semakin berkabut, sesak dan tampak panik. ’terjadi musibah kebakaran’ Aku masih menduga-duga. Awalnya Aku berfikir akan bersikap cuek dan melewatkan peristiwa tersebut. ’toh malam bukan waktunya liputan’ fikirku mencari pembenaran. Tapi Aku tidak ingin membohongi diri sendiri! Meskipun berbeda konteks, tapi Bukankah wanita2 palestina dan anak2 kecilnya juga berjuang hampir sepanjang waktu??
Tak sabar aku ingin segera beranjak dari tempat fotocopyan itu, dengan satu tujuan pulang ke kos mengambil tape recorder. Entah kenapa, tidak seperti biasanya malam itu, Aku lupa membawa recorder. Bukti Aku masih teledor, bukankah momentum terkadang datang diwaktu yang tak terduga. Dan hanya orang2 yang siaplah yang akan menjadi saksi sejarah berlalunya momentum tersebut. Apalagi Breaking news atau kejadian dan peristiwa tidak dapat diulang yang punya grade pemberitaan tertinggi seperti ini. ’Sekarang juga Aku harus liputan, kalau tidak Aku pasti akan menyesal!’ kali ini naluri jurnalisku angkat suara.
Sampai dikos, tiba2 terjadi pemadaman listrik disepanjang jalan hasan basri hingga belitung, untuk mencegah byarpet. yang menandakan lokasi kebakaran tak jauh dari rumah. akhirnya aku kembali pergi mencari lokasi kebakaran dengan fida. Meskipun Awalnya Aku sempat memaksa untuk pergi sendirian, khawatir merepotkan yang lain. tapi demi mempertimbangkan prinsip keahsanan yang selama ini dipelihara, tak baik kalau perempuan keluar malam, sendirian pula! setidaknya semoga dengan membawa teman bisa mengurangi mudharatnya. bukankah kalau terjadi apa2 akan jauh lebih merepotkan lagi? antara prinsip dan tuntutan, sulit ternyata. mungkin inilah yang menjadi keterbatasan akhwat, Tapi Aku tidak boleh terbatasi hanya karena keadaan, Allah akan membantu, Aku menguatkan diri.
Ternyata pencarian lokasi kebakaran tak semudah yang ku duga, bahkan Aku sempat mampir kepos jaga polisi dijalan raya, untuk memastikan jalan yang aku ambil menuju lokasi benar. Jalan raya juga begitu macet, suara sirine juga masih bersahutan. Mobil PPK dilajukan diatas kecepatan rata2, Aku samasekali tak bisa mengejar. Jam 9 kurang 15 menit Akhirnya Aku sampai ke lokasi di sekitar belitung darat, setelah sebelumnya melewati banyak gang berkelok2 di ujung jalan. Kendaraan Aku parkir di depan rumah seorang warga tepat di depan jalan raya. Karena jalan ditutup dengan pembatas garis polisi, tentu saja tidak bisa dilalui kecuali dengan berjalan kaki.
Entah dikelokan ke berapa, Aku melihat gumpalan asap mengepul membuat jarak pandangku terbatas. Fida memegangi tangan kananku erat2, terkadang suaranya bergetar mungkin agak takut melihat kacau balaunya suasana saat itu. Aku mencoba mendekat, berusaha menggali informasi sebanyak2nya dari warga dan petugas pemadam kebakaran atau PPK yang ada ditempat, sementara beberapa orang diantaranya masih berupaya memadamkan Api. Tapi tak banyak yang bisa digali, karena posisi mereka bukan saksi mata. Hingar bingar suasana membuat aku takut tapi sekaligus tertantang. Sambil terus menyalakan tape recorder mengabadikan suara gaduh ditengah kebakaran. Aku masih menimbang-nimbang, mencari jalan melewati mobil PPK yang memakan hampir seluruh badan jalan digang kecil itu, tak ada jalan agar dengan mudah bisa melewatinya. Akhirnya Aku putuskan, berjalan cepat melalui teras rumah warga, beruntung pagar2nya bisa dijangkau dengan usaha melompat yang cukup sederhana.
Sekarang Aku tengah berada didepan rumah korban, masih bersama fida, karena sedikitpun dia tak mau ditinggalkan. Disini manusia penuh sesak, teriakan, bau keringat dan bau benda2 terbakar bercampur aduk menyesaki indra penciumanku, membuatku perutku sangat mual. akhirnya Aku putuskan untuk menyingkir dan mencari posisi yang lebih aman. Aku memperingatkan fida, untuk bersikap waspada dan mengamankan semua barang berharga yang kami bawa. Dalam keadaan genting seperti ini terkadang banyak orang yang memanfaatkan keadaan.
Tepat pukul setengah 10, Api berhasil dikuasai. Setidaknya ini menjadikan suasana sedikit dapat dikendalikan. meskipun suara bising warga dan kerumunannya tidak berkurang, bahkan terus bertambah dan berdatangan. Aku berfikir harus secepatnya mencari sound byte, minta keterangan keberapa sumber informasi. Namun Lagi2 Aku kesulitan. ketua RT dan saksi mata berada tepat disamping rumah korban, sementara jalan menuju kesana digenangi air penuh lumpur, bekas benda terbakar serta pecahan beling akibat kaca rumah serta lampu yang retak karena panas. Ku lihat beberapa teman fotografer dan wartawan cowok sudah berada disana, celana mereka digulung hingga lutut. Aku masih berusaha mencari jalan, mereka menganjurkan agar Aku mengangkat rok dan membuka kaos kaki supaya tidak basah dan kotor, karena genangan air tingginya jauh beberapa senti diatas mata kaki. Hah?? Yang benar saja, Aku tidak akan sepragmatis itu, fikirku. Tak ada jalan lain, Aku nekad tapi tetap memperhitungkan. Kubiarkan rok, celana panjang dan kaos kakiku menjadi santapan lumpur malam itu..lagi2, hmm..akhwat memang penuh keterbatasan, tapi Aku tidak boleh menyerah.
Setelah soud byte, natural byte dan data2 yang kuperlukan lengkap,Aku segera mengontac tim pemberitaan radio, yang waktu itu lagi siaran. Beberapa menit kemudian Aku sudah on air via HP langsung dari tempat kejadian, the breaking news! Tentu saja aku merasa sangat puas!
Begitu liputan selesai, Aku langsung go out dari TKP alias tempat kejadian perkara. Tiba2 Aku merasa perutku melilit, Aku baru sadar kalau kami belum makan. Namun malang, karena ternyata warung2 sudah pada tutup, waktu menunjukkan hampir pukul 11 malam, sementara tak ada persediaan apapun dirumah...


Jazakillah khair buat fida
Afwan ya dek telah membuat anti terpaksa harus tidur dalam keadaan lapar malam itu, hehe
fida---bukan panggilan sebenarnya---

The Power Of Dream

Diusia yang ke 24 tahun hari ini, rasanya semakin banyak yang harus dicapai, baik dari rencana study, karir, dan perjalanan hidup. Bahkan saya pernah merasa sangat kewalahan ketika suatu kali mencoba mendeskripsikan mimpi dan cita-cita selama 10 tahun kedepan di whiteboard berukuran 2x1 meter beberapa waktu lalu. Bukan semata-mata karna bingung, tapi juga waktu yang terasa sangat singkat, sementara hingga hari ini alur cita-cita itu semakin tak jelas settingnya. Namun meski begitu, saya tetap harus mengapresiasi diri saya sendiri, karena setidaknya modal awal yang harus dimiliki seorang pemimpi sudah saya miliki : Berani bermimpi!
saya merenung, memikirkan diri sendiri dan juga sekeliling..ada fenomena destruktif yang akan menjatuhkan bangsa ini kelak ketika paradigma dasar ini belum berubah…dialah tentang penanaman cita-cita sejak dini dan doktrinasi kekuatan mimpi. Betapa banyak anak-anak yang besar tanpa mempunyai mimpi yang ditanamkan kedua orang tuanya. Sehingga bukan fenomena aneh kalau kita menjumpai setiap kali universitas mengeluarkan para sarjana, setiap kali itu pula, jumlah pengangguran akan meningkat berkali-kali lipat..kita akan menemui sejumlah sarjana yang linglung akan hidup mereka, semua ini terjadi karena mereka tidak punya mimpi..benak mereka hanya dipenuhi angan-angan belaka atau paling banter mereka punya mimpi tapi tak tau bagaimana cara merealisasikannya. sungguh malang!
Masih berkaitan dengan mimpi dan cita-cita, jujur saya sangat kagum pada kekuatan cita-cita kaum yahudi, yang hingga kini masih senantiasa mewarnai aktivitas mereka. Tidak hanya cita-cita 5 hingga 20 tahun..tapi orang yahudi punya cita-cita hingga 1000 tahun yang akan datang! Dalam benak seluruh orang yahudi, mereka menargetkan bangsa yahudi yang awalnya tidak diakui sebagai sebuah Negara itu, harus mampu menguasai 1/3 belahan dunia yang terbentang dari sungai tigris hingga laut merah, luasan ini sama jumlahnya dengan luasan wilayah kekuasaan islam ketika menjadi mercusuar peradaban berabad-abad lalu! Sehingga jangan heran ketika melihat kaum yahudi begitu gemar dan berambisi melakukan penjajahan dan penaklukan atas Negara-negara tak berdaya didunia, termasuk diantaranya Indonesia.
Hebatnya lagi, orang-orang yahudi begitu menyadari bahwa cita-cita luar biasa itu tak akan mampu dituntaskan oleh satu generasi saja, tapi menjadi PR bagi seluruh generasi bangsa Yahudi..untuk cita-cita yang begitu hebat diperlukan generasi yang juga hebat, dengan fisik kuat dan berkarakter serta otak yang cerdas dan brilian, kesadaran ini menjadi penyebab utama mengapa kaum yahudi sangat memperhatikan kualitas generasi mereka, dengan mendoktrin mimpi secara sistematis dan berkesinambungan..
Artikel Dr Stephen Carr Leon patut menjadi renungan bersama. Artikel itu dituliskannya dari hasil pengamatan langsung. Setelah berada 3 tahun di Israel karena menjalani housemanship dibeberapa rumah sakit di sana. Dirinya melihat ada beberapa hal yang menarik yang dapat ditarik sebagai bahan tesisnya, yaitu, “Mengapa Yahudi Pintar?”. Ketika tahun kedua, akhir bulan Desember 1980, Stephen sedang menghitung hari untuk pulang ke California, terlintas di benaknya, apa sebabnya Yahudi begitu pintar? Kenapa Tuhan memberi kelebihan kepada mereka? Apakah ini suatu kebetulan? Atau hasil usaha sendiri?. Maka Stephen tergerak membuat tesis untuk Phd-nya. Sekadar untuk diketahui, tesis ini memakan waktu hampir delapan tahun. Karena harus mengumpulkan data-data setepat mungkin.
Dari hasil pengamatannya Stephen menyimpulkan, kepintaran orang yahudi merupakan hasil usaha dari kedua orangtua mereka ketika masih mengandung, Stephen menemukan pola hidup sehat yang tertanam di kultur bangsa yahudi, seperti mengkonsumsi buah sebelum makanan utama (kalau di Indonesia dibalik, buah disajikan sebagai hidangan penutup setelah makanan utama), tidak memakan ikan bersamaan dengan daging, serta sangat anti terhadap rokok, atau benda yang mengandung unsure nikotin. Factor inilah yang kemudian menjadikan anak-anak bangsa Yahudi mempunyai perawakan dan postur tubuh diatas rata-rata dibandingkan bangsa lainnya.
Selain pola makan, ibu-ibu kaum yahudi juga terbiasa mengasah ketajaman otak selama proses kehamilan, dari awal mengandung hingga menjelang melahirkan. Dalam artikelnya Stephen menjelaskan, selain suka mendengarkan alunan music klasik, selama menjalani masa kehamilan, para wanita yahudi tidak akan pernah lepas dari buku matematika, dari soal yang sederhana hingga yang mempunyai tingkat kesulitan kompleks. Mereka terbiasa mengerjakan soal-soal itu bersama suami mereka..dan ternyata, dari hasil penelitiannya Stephen menyimpulkan, semakin tinggi tingkat kesulitan soal matematika yang mampu di selesaikan, maka semakin cerdaslah intelegensi anak yang sedang berada dalam kandungan tersebut.. jadi sekali lagi jangan heran, kalau kecerdasan anak-anak yahudi kembali melebihi rata-rata.
Ketika melihat kenyataan ini apakah kita ummat islam harus berkecil hati? Jawabannya samasekali tidak! Karena apa yang menjadi kebiasaan orang yahudi (terutama pola hidup) beberapa diantaranya merupakan sunnah rasulullah yang mestinya dijunjung tinggi umat muslim. Selain itu, selama mengandung wanita yahudi tidak mampu memberikan asupan ruhani yang cukup kepada janin mereka (itulah mengapa tingkah orang yahudi terkadang lebih hina dari binatang), sementara kita orang islam mampu memenuhi asupan itu dengan senandung Al-qur’an ( kembali bangsa yahudi menyadari itu, itulah sebabnya mengapa bangfsa yahudi sangat benci dan ingin membumi hanguskan bangsa palestina, karena hingga hari ini hanya bangsa palestina yang mampu menandingi kehebatan bangsa yahudi). Sehingga bolehlah jika saya menyimpulkan, pada hakikatnya orang islam lebih berpeluang menciptakan generasi jauh lebih unggul dari kaum Yahudi..hanya saja, permasalahannya mungkin terletak pada keyakinan dan cita-cita umat islam, tidak sekuat keyakinan bangsa yahudi memenangkan agama mereka..padahal Allah telah menjaminnya!
Lalu, akankan kita kembali tidak peduli pada generasi? Pada pola hidup sehat yang menjadikan hidup kita lebih panjang dan bernilai? Dan yang terpenting, masihkah kita menyepelekan sesuatu yang bernama cita-cita, harapan dan impian? Padahal dengan mimpi dan cita2 itulah al fatih mendapatkan kekuatan menaklukkan Konstantinopel.. padahal impian dan cita2 jugalah yang menjadikan Rasulullah selalu penuh semangat dan harapan semasa hidupnya.. padahal dengan mimpi dan cita-cita jugalah seseorang akan mempunyai energy besar untuk memperoleh dan menanamkan sesuatu dalam dan untuk hidup mereka..wallahu’alam..


mencoba mengapresiasi hidup sendiri..
Banjarmasin, 3 januari 2010