Sunday, September 21, 2008

Simbol Spiritualitas atau Spiritualitas Simbol?

Refleksi...
'Benarkah Tanglong sebagai budaya spiritual masyarakat yang berlu dijaga?'

Malam ke-21 ramadhan diKalsel, Jalan utama Banjarbaru padat, warga banyak berhamburan keluar untuk menonton Tanglong - Budaya Kalsel menyambut hari ke-21 Ramadhan-. seperti apa yang dikatakan John naisbitt dalam buku Megatrends bahwa zaman akan bergerak menggiring manusia menuju pusaran spiritualitas, Tp saya yakin bukan ini indikasinya, atau justru 'spiritualitas simbol' seperti ini kah yang dimaksud? Entahlah..sejauh ini analisis saya masih blm matang, referensi terbatas..
Mengamati fenomena di malam perayaan tanglong, Saya menjadi miris melihat pemandangan yang ada. Muda-mudi bergentayangan disepanjang ruas jalan dengan pakaian yang kurang pantas (dlm kacamata saya), belum lagi berjuta-juta uang yang dibakar malam itu dalam bentuk mercon dan kembang api..Benar2 pemborosan. tak hanya sampai disitu, tanglong mempunyai efek negatif yang berkelanjutan, yang pasti keesokan harinya udara jadi kotor&sampah bertebaran menghiasi ruas jalan. saya jadi banyak berfikir, fenomena ini sangat kontroversi dengan karakter masyarakat kalsel yang terkenal agamis. walaupun subtansinya adalah syiar islam, tp sambutan sebagian besar masyarakat justru berbeda dr subtansi awal. jika realitanya seperti ini masihkah perlu budaya Tanglong dilestarikan? pantaskah acara yang sedemikian banyak menimbulkan mudharat justru dikatakan sebagai simbol spiritualitas? Entahlah..saya masih berusaha mencari sejarahnya

Transisi Menuju Dakwah Masyarakat

Kemarin saya berkesempatan silaturrahim dengan warga di desa landasan Ulin Banjarbaru sekaligus ifthar bareng di KM.21. Sebenarnya butuh perjuangan yang cukup sulit untuk saya bisa memenuhi undangan pertemuan itu, yah..mungkin bisa dibilang kontroversi hati, karna disaat yang sama juga ada undangan ifthar (buka puasa) bareng dari rekan2 gerakan mahasiswa. Tak heran hal ini kembali terjadi, karena sebelumnya apologi2 untuk mencari pembenaran atas ketidak adilan saya tanpa sadar sudah saya lakukan. hanya karerna saya belum menenukan ruh juang diranah dakwah yang baru ini, kali ini saya tak punya cita-cita strategis, hanya ada cita-cita yang sifatnya pragmatis dan itupun persentasenya tidak bisa dibilang besar.
Ya, beberapa waktu lalu saya sempat bicara dengan bapak yang menjadi penanggung jawab dakwah masyarakat ulin, meminta pengertian dan permakluman atas kerja-kerja saya yang selama ini kurang optimal. Terkadang saya juga tidak mengerti alasan apa yang membuat saya begitu sulit mengurangi perhatian pada dakwah mahasiswa, sehingga beberapa kali pertemuan bersama warga ulin tidak saya hadiri hanya karena pertemuan itu berbenturan dengan acara KAMMI yang sudah saya janjikan terlebih dahulu. Sampai akhirnya saya menerima sebuah sms yang sangat menggugah rasa tanggung jawab saya, bahwa selama ini saya telah secara sengaja melalaikan amanah yang besar itu, bahwa selama ini sikap saya sangat tidak adil padahal pilihan menerima amanah itu saya lakukan secara sadar.
Selama acara berlangsung saya kehilangan konsentrasi, atau mungkin lebih tepatnya merasa terasing. Keterasingan itu kian membesar ketika mengingat sekian puluh kilometer dari sini teman2 saya juga lagi asik buka puasa bersama anak-anak mahasiswa. Disini tak ada pembicaraan ideologis-strategis, disini juga tak akan ditemukan diskusi2 menyenangkan tentang peradaban masa depan. jangankan berharap ada pembicaraan2 seperti itu, karena problematika rumah tangga saja sudah membuat kening para ibu2 itu berkerut. terasa 'aneh' bagi saya ketika harus memulai pembicaraan bertopik sederhana tentang seputar kehidupan mereka, bercanda dengan anak-anaknya atau obrolan iseng seputar cara membuat kue&urap. nampaknya kali ini saya menjadi seorang adaptor yang cukup lambat, tapi saya memang harus banyak belajar, belajar dengan filosofi yang tepat, bahwa setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah guru...Para ibu2 rumah tangga itu adalah guru, minimal guru atas kesabaran saya
Dalam perjalanan pulang sambil berkendaraan saya banyak merenung dan berfikir. selama menjadi mahasiswa begitu jauhkah jarak saya dengan masyarakat? Benarkah visi KAMMI sudah terinternalisasi secara benar didalam diri saya, benarkah impian 'masyarakat islami' itu perlahan telah berusaha kami wujudkan sementara realitanya sulit sekali membangun komunikasi horizontal dengan elemen terbesar itu..
Fenomena ini benar2 paradoks sebuah gerakan mahasiswa, jika tidak segera kita perbaiki. karena kita seringkali 'ingin mereboisasi bumi tapi jarang sekali memerintahkan tangan untuk turun sekedar menyentuh bumi'..
Semoga dengan tempaan amanah ini saya jd lebih bersemangat dalam belajar menghadapi dunia yang sebenarnya, bahwasanya amanah ini merupakan bagian dari usaha saya untuk mengimplementasikan cita-cita besar KAMMI, 'mewujudkan masyarakat islami bagi Indonesia'.

Banjarbaru,210908---02.00wita
kesadaran yang terbangun dalam keterasingan

Friday, September 19, 2008

Merentas jalan Panjang Menuju demokrasi Unlam


Unlam belajar bercita-cita...
Sudah hampir 6 bulan aku meninggalkan 'area putih' ini. aku baru bisa merasakan betapa sulitnya melangkahkan kaki dikampus ketika status kemahasiswaan tak lagi disandang. sama sulitnya ketika harus menjawab pertanyaan teman2 kedokteran perihal status akademik sewaktu audiensi. aku teringat ketika awal menginjakkan kaki di Universitas Lambung mangkurat yang pertama kali aku cari adalah masjid kampus dan sekretariat kemahasiswaan. Lazimnya sebuah kampus, aku pun berharap unlam memenuhi kriteria itu. berharap kampusku adalah kampus yang dinamis, sarat akan nilai-nilai idealisme mahasiswa & keberanian, kampus yang didalamnya mahasiswa saling berlomba mengasah sensitifitas sosial, yang berani berkata 'lawan' ketika pihak 'tak berhati nurani lancang mengotori kebanggaan subtansif almamater. tapi ternyata Unlam dalam penilaianku tak lolos verifikasi. Maka sejak hari itu saya pun bercita-cita, berharap mampu mengajari unlam untuk juga bercita-cita, menggandeng tangannya, mengajarinya berjalan kemudian berlari bersama, agar tak hanya menjadi bagunan besar yang tanpa nilai

Cita-cita hampir terwujud, Unlam berpesta..
Akhir Juli-Awal agustus 2008, 5 berkas pasangan calon pemimpin Unlam lolos dari proses verifikasi KPU.. di bulan agustus ini baliho, pamflet, banner, spanduk beberapa pasang calon turut berlomba meramaikan unlam yang biasanya 'sepi'.. Unlam mulai berwacana, mulai dari excellent campus, nasionalisasi aset2 unlam, konsolidasi internal, membangun bargaining Unlam ditataran ekstern. beberapa gerakan menggeliat, mungkin berusaha memanfaat momentum atau sekedar ikut-ikutan. beberapa diantaranya berkompetisi, namun tak sedikit juga yang saling bahu membahu. Kini Unlam mulai ramai, paling tidak disana bertambah banyak mahasiswa yang benar2 layak menyandang predikat istimewa itu

Invasi Gerakan...
Detik-detik terakhir menjelang berakhirnya waktu kampanye terbuka, tiap pasang calon banyak mengalokasikan waktunya untuk melakukan audiensi keberbagai lembaga tingkat universitas maupun fakultas, sebagai tim sukses salahsatu pasang calon untuk teritori banjarbaru hal yang sama pun kami lakukan. menjadi sarana mediasi kebeberapa fakultas sehingga calon dan pembesar2 fakultas dapat berdialog
Dalam beberapa kali audiensi, jujur saja terkadang saya merasa agak greget dengan calon yang kami usung, karena calon yang kami usung ini begitu 'baik hati & legowo' (begitu saya menyebutnya). bagaimana tidak, karena mereka akan selalu mengedepankan proses pembelajaran dari pada sekedar meningkatkan proses perolehan suara. sebenarnya tidak ada yang salah, hal itu justru sangat diperlukan untuk mendidik mahasiswa unlam mjd lebih cerdas secara gerakan. Hanya saja terkadang mereka melupakan instrumen yang paling penting untuk meraih kemenangan dalam sistem demokrasi, perolehan suara.

Invasi Pemikiran..
Kurang dari jam 07.00 pg kami para tim sukses wanita sudah bertebaran dibeberapa fakultas sesuai dengan hasil rapat yang telah kami tentukan. Butuh pengorbanan tentunya karena malamnya harus bergadang membuat seribu bunga kertas untuk dibagikan ke mahasiswa sebelum ritual keliling kampus diadakan sambil menunggu dialog terbuka ke-5 pasang calon dimulai.
Aku hampir kecewa, beberapa hal terjadi diluar prediksi, keliling kampus terancam gagal karna kekurangan massa. jika usaha telah mencapai titik klimaks, maka saatnya kembali kepada yang Maha berkehendak, mencari tempat bersandar, aku shalat dhuha dan mentausiyahi diri dengan ayat-ayatNya.. Tak berapa lama, teman2 datang. keliling kampus jadi dilaksanakan, walaupun agak berbeda dari bayanganku awal. kami menyeru mahasiswa untuk lebih cerdas & berpartisipasi menentukan pemimpin yang tepat bagi unlam. aku bahagia.

Detik-detik menegangkan & menentukan..
17 september 2008, dari pagi hingga sore aku cancel semua agenda pribadi & mengalokasikan waktu sepenuhnya untuk kampus. karena aku berfikir bisa jadi ini adalah kesempatan terakhir untuk ikut menorehkan sejarah dikampus. Salah satu cita-citaku saat masih dikampus, 'menggiring pemilu Unlam'. Hari itu proses pemilihan berjalan lancar meskipun tetap ada lika-likunya. Perasaan juga mengharu biru terkadang tegang karena ada sedikit masalah, terkadang haru karena melihat para penerus perjuangan itu begitu bersemangat, tak jarang ada juga perasaan marah karena ada beberapa pasangan yang tidak fair atau sedikit kecewa karena TPS dibeberapa fakultas sangat sepi. Tepat pukul 15.00wita beberapa TPS melakukan perhitungan suara.. terkadang kami ketar-ketir juga karena perolehan suara minim, tapi tak dibeberapa waktu kami menjadi sangat percaya diri karena dibeberapa TPS calon kami meraih dukungan terbesar. Habis magrib berdasarkan hasil quick count oleh tim pemenangan pemilu kampus pasangan yang kami usung menang dinyatakan menang. dari seluruh pemilih kami mendapatkan persentase dukungan 54,52% jauh melampaui calon pasangan lain. kami bersyukur sekaligus beristighfar, karena bisa jadi Allah sedang menguji..namun disatu sisi kami masih dihadapkan pada PR besar mencerdaskan mahasiswa Unlam, karena dari sekitar 13.000 mahasiswa Unlam yang berkontribusi di pemilihan kurang dari 4000 mahasiswa, ini artinya legitimasi kepemimpinan hanya berkisar 27%-30%.
payah memang!

Kini Unlam mulai berani belajar berjalan, terseok-seok ditengah segala keterbatasan. kaki dan tangannya masih terlalu lemah untuk menopang. Tapi aku masih sangat optimis dimulai dari 1-2 langkah kecil ini, suatu saat ia akan mampu berlari, mensejajari langkah-langkah panjang teman2nya dibelahan bumi yang lain...