Friday, February 18, 2011

A Hand To Hold (1) : Tulus itu memberi..

Kemarin adalah kali pertama saya menginjakkkan kaki di daerah alalak utara, salah satu kecamatan asli orang Banjar. Banyak orang yang bilang, kalau mau tau bagaimana pola kehidupan masyarakat banjar, maka datanglah ke kampung tersebut, alalak, quin atau sungai miai..

Kedatangan saya kesini sebenarnya bukan tanpa maksud, tapi ada kewajiban yang harus ditunaikan sore ini, mengisi pengajian ibu-ibu PWK di daerah tersebut. Dari karakter masyarakat yang digambarkan, jujur saya sangat gugup, ada kekhawatiran saya tidak mampu menyampaikan pesan dengan cukup baik, lantaran saya tidak terbiasa menggunakan bahasa banjar, terkesan kikuk, meskipun kalau mendengar orang bicara sedikit-sedikit saya tau artinya.

Pengajian digelar di salah satu rumah warga PWK aster, inilah yang bakal jadi amanah yang saya kelola kedepan sebelum saya pulang. Rumah itu cukup sederhana, meskipun jika dibandingkan dengan yang lainnya, penampakan 1 rumah ini terbilang cukup istimewa. Rata-rata masyarakatnya hidup dibawah garis kemiskinan, banyak yang belum terkelola, baik tempat pembuangan sampah maupun system drainase yang mungkin tidak terlalu jelas karena berada di kawasan rawa, kehidupan masyarakat yang berada dipinggiran sungai membuat tempat tersebut punya banyak WC umum, dipinggir bantaran sungai.

Saya datang ketempat itu bersama ketua PWK aster Ibu sonah, Menyusuri jalan sempit saya dan teman saya beserta ibu sonah menuju rumah warga yang dijadikan tempat pengajian. Tadinya dalam benak saya, saya hanya akan mengisi pengajian di depan kurang lebih 10 ibu-ibu, seperti yang dulu pernah saya lakukan diBanjarbaru. Namun ternyata saya salah, ketika sampai ketempat acara sedikitnya sudah ada sekitar 30 orang yang berkumpul disana. Jumlahnya semakin bertambah ketika acara akan dimulai bahkan memenuhi teras rumah dan hingga didaerah dapur, bahkan sebagian ada juga yang di teras tetangga sebelah rumah. Tidak kurang dari 60 orang warga memenuhi rumah itu, dari usia anak sekolah, mungkin sekitar SMP hingga usia lanjut.

Kegugupan saya memuncak, kondisi ini diluar dugaan. Yang lebih mengagetkan sound sistemnya sangat gueede, 1 pengeras suara di ruang tengah sebagai ruang inti acara, 1 lagi didapur, dan lebih parah 1 toak di teras rumah, kalau kamu pernah melihat pengeras suara adzan disurau-surau, sebesar itulah toak yang digantung diteras rumah, dengan tujuan warga yang tidak bisa datang tetap bisa mendengar. Dalam hati saya berkata ‘kalau demo mah saya bisa bu, tapi ini seolah jadi penceramah…’ Oh my god, rasanya sidang skripsi saja saya tidak segugup itu..mau kabuuur!

Alhamdulillah ditengah2 kegugupan saya yang kian memuncak, tiba-tiba saya merasa mendapatkan kekuatan. Allah tidak mungkin memberikan saya kondisi seperti ini kalau saya tidak pantas dan mampu melaluinya, pasti bisa. Lagian ibu2 itu sudah sedemikian rupa mempersiapkan segalanya, maka sebagai balasannya saya harus bisa menyampaikan ini dengan maksimal, semaksimal yang saya bisa..bukankah ini juga sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas scenario yang ia ciptakan hari ini. Hari itu entah kenapa, saya sangat percaya diri, Bismillah… :)

Acara berjalan lancar. Saya menyampaikan pentingnya berprasangka baik kepada Allah dan korelasinya dengan perkataan dari sisi keislaman dan tinjauan medis, saya menikmatinya..tak ada lagi yang namanya gugup, dan bagusnya lagi ternyata bahasa banjar saya ‘ya lumayanlah’. berulangkali para ibu2 itu senyum-senyum ketika saya mencoba mengambil contoh sensitive dari kehidupan mereka. Hari itu, sungguh tiba-tiba saya menyayangi mereka..Apa kabar ibuku dirumah, baik saja kah? Semoga selalu dalam penjagaan Allah yang Maha kasih..

Kurang lebih 35 menit saya menyampaikan materi tersebut, ibu2 itu terlihat antusias, meskipun ada juga yang terlihat sibuk mengurus konsumsi didapur. Acara selesai, saya dan teman saya langsung pamit pulang. Masih dengan senyum mereka menghantarkan kepulangan saya. Tiba-tiba ketika bersalaman dengan salah seorang ibu, usianya lebih mirip dengan almarhumah nenek saya, beliau berkata ‘jangan jara cu lah, sering2 datang kesini’. Aku cium tangannya dengan tulus kukatakan, ‘insyaAllah nek, ulun yang harus belajar banyak dengan bubuhan pian’..begitulah sepanjang jalan keluar gang sambil menggeret kendaraan saya dan teman saya menyalami ibu-ibu yang juga mendengarkan di teras2 tetangga, sambil mengucapkan terimakasih dan meminta maaf atas kekurangan saya

Sore itu, sepanjang perjalanan menuju ‘lingkaranku’ mataku berkaca-kaca, membuncah oleh rasa bahagia oleh penerimaan mereka yang tulus. Ya Allah izinkan aku bisa memberi arti dan warna bagi kehidupan mereka, sebagian kecil dari penduduk alalak utara...