Saturday, July 14, 2007

Cinta untuk KAMMI_3: BelaJaR m3nc!nTai KAMM!

Short message yang mampir di inbox saya malam itu membuat Istirahat saya agak terganggu. Dan akibatnya saya baru berhasil memejamkan mata jam 4 subuh dini hari, setelah sebuah pesan singkat yang mengabarkan bahwa sekretariat KAMMI komisariat akan kosong satu bulan lagi dan tidak ada satupun kader KAMMI yang mau menempatinya. Sepanjang malam itu saya berfikir, apa yang menyebabkan semua ini terjadi? Apa yang hilang dari diri kader KAMMI kalsel hingga permasalahannya jadi setragis dan sepelik ini?

Cukup lama juga saya merenung, merangkai berbagai kejadian. Mulai dari program radio yang bermasalah, tidak terurusnya desa binaan, pengurus yang datang kepanti dengan ogah-ogahan, amal jama’i & ukhuwwah yang mulai pudar, kader yang ngedumel dengan sekian banyak alasan karna harus ikut MK2 dengan jarak tempuh 1 jam, atau fenomena bergugurannya kader KAMMI Kalsel dijalan da’wah. Akhirnya saya sampai pada satu konklusi integral, bahwa ada satu wabah penyakit yang hinggap dan menggerogoti tubuh KAMMI Kalsel.

---------------------------------------------------------------

KAMMI...Entah sudah berapa lama saya mencintainya, saya juga tidak menyadarinya. Semuanya mengalir begitu saja, tanpa terlalu banyak berkata-kata. Yang pasti skenario Allah memang tidak bisa tertukar. Sekitar dua setengah tahun silam saya bergabung diKAMMI, bisa jadi banyak senior KAMMI yang ‘geram’ dengan kelakuan saya, karena terlalu asshabiyyahnya saya waktu itu. saat itu saya sudah aktif dimushalla fakultas, FSI Ulul Albab namanya. Saya sangat mencintai peran saya sebagai ADK, sementara KAMMI hanya saya anggap sebagai amanah sampingan ketika saya lagi nggak ada kerjaan. Mungkin juga karena tuntutan yang disebabkan lost generasi diangkatan sebelumnya, sehingga peran saya dikampus terpaksa harus akselerasi. Waktu itu saya mendapat amanah dikaderisasi FSI difakultas saya. Karena saya sangat mencintai FSI, maka saya akan selalu meninggalkan acara diKAMMI ketika ia berbenturan dengan agenda FSI. Sekalipun acara diKAMMI itu sangat penting, sementara FSI hanya acara bersih-bersih mushalla saja misalnya. Hal ini juga nampak pada cita-cita saya terhadap FSI dan KAMMI. Pertama kali saya bergabung diFSI, jujur dibenak saya sudah tersusun program da’wah fakultas 5 tahun kedepan, bahkan saya sempat membuat grand design itu untuk MIPA mulai dari sarana perekrutan, pembinaan sampai pada da’wah siyasi kampusnya,tapi sayang cita2 itu saya simpan sendiri. Berbeda dengan diKAMMI, kasarnya boleh dibilang, saya cuma numpang nama distruktur kepengurusan KAMMI. Waktu itu amanah saya pun dikaderisasi, tapi saya tidak punya cita-cita apapun untuk KAMMI, seperti air mengalir. Kalau ada syuro ya saya datang syuro, kalau ada acara dan waktu itu saya kosong dari agenda FSI maka saya pun akan datang, namun hanya sebatas itu, tidak lebih. Saya menganggap semua ini wajar, karna saya memang tidak mencintai KAMMI dan merasa lebih dibutuhkan diFSI.

Tiga bulan menjabat sebagai kaderisasi komisariat, kepengurusan pun berganti. Dalam syuro yang cukup panas itu muncullah gagasan untuk membekukan biro humas komisariat, karena para akhwat senior komsat menganggap biro humas dari dahulu tidak mampu berkontribusi dan akan menyia-nyiakan potensi kader saja. Entah kekuatan apa yang menyebabkan saya sangat keukeh tidak menerima pendapat itu, karena waktu itu saya menganggap biro humas adalah salah satu senjata untuk menunjukkan eksistensi komisariat. Wajah komisariat KAMMI akan tercermin seperti apa yang digambarkan humasnya kepada publik dan itu bukan peran yang mudah. Hingga akhirnya humas komisariat tetap ada. Namun, konsep “siapa yang usul, maka dia yang nanggung” itu ternyata berlaku untuk diri saya. Semenjak itu saya mendapat amanah sebagai humas komisariat, meskipun sempat ada friksi dengan KAMMI Daerah masalah penempatan saya. Kebetulan saat itu saya sudah DM2 dan ada kabar akan diminta untuk menutupi kekosongan pengurus diKAMMI Daerah. Disinilah awal yang membuat saya banyak belajar. Karena kerja kaderisasi dan humas menurut saya sangat bertolak belakang, sementara saya adalah kader yang dibesarkan dikaderisasi dan menganggap bahwa kaderisasi adalah segala-galanya. Disatu sisi saya juga tidak begitu mengerti dengan kerja-kerja kehumasan. Bertolak dari dua latar belakang inilah kemudian saya menjadi orang yang cukup gigih dalam belajar, saya belajar dari siapa saja, walaupun hal ini pasti sangat berat. Pembelajaran ini berlanjut dikepengurusan KAMMI daerah. Disatu tahun sisa kepengurusan Akh Hendra saya menjadi penghuni baru distruktur KAMMI Daerah, sebagai kadept. Humas menggantikan ukhti Retno. Sementara beliau sendiri diberi amanah untuk mengayomi komisariat. Satu tahun, bukanlah waktu yang singkat untuk saya belajar dan dikejutkan dengan berbagai amanah besar seperti menjadi koordinator humas wilayah kalimantan. Tapi amanah-amanah itu menjadi ringan karena pada saat yang sama saya telah jatuh cinta pada KAMMI. Saya sangat enjoy menikmati pekerjaan saya, dihumas juga saya mulai punya cita-cita besar untuk KAMMI. Satu tahun sudah, kembali kepengurusan berganti dan saya diminta untuk mengayomi kaderisasi sekaligus membantu teman-teman diPeKom. Jujur, awalnya kebijakan ini terasa berat bagi saya. Lagi-lagi saya berfikir bahwa humas dan kaderisasi itu bagaikan kuadran yang pekerjaannya saling bertolak belakang bagaikan didalam ruang simetri. Saya sangat sedih, seperti anak kecil yang kehilangan mainan kesayangannya, begitulah yang saya rasakan ketika amanah saya tidak lagi dihumas. Namun, tentu saja saya tidak akan membiarkan diri saya dalam keadaan seperti ini terus menerus. Ya, saya harus berbuat! Tapi lihatlah kawan hasilnya, 3 bulan saya mondar-mandir dari satu komisariat ke komisariat lain tanpa sesuatu yang jelas. Saya kembali seperti semula, tanpa membawa apa-apa. Yang saya bawa berkeliling hanya silaturrahim untuk menuntaskan amanah, tidak lebih. Taukah engkau apa penyebabnya? Ya, karena saya tidak mencintai kaderisasi, karena hati saya & cita-cita saya sudah saya berikan dan terporsir untuk humas. Saya baru tersadar, ketika seorang Akh menelfon saya dan menanyakan apa yang saya ingin perbuat dikaderisasi untuk KAMMI kedepan. Jujur, saya gagap menjawabnya, karena memang dibenak saya tidak ada apa-apa. Tidak ada rencana, tidak ada cita-cita, yang saya tau saat itu hanyalah saya harus berbuat, tidak boleh diam, itu saja. Ditengah segala kekerdilan diri yang begitu naif, saya mencoba kembali berdiri dan melangkah. Sekuat tenaga, saya harus menemukan cinta dan memperjelas cita-cita untuk KAMMI melalui kaderisasi. Tak begitu lama, saya kembali mendapatkannya. Saya kembali jatuh cinta pada KAMMI dan tentu saja cinta saya yang kedua kali ini akan menguatkan kecintaan saya pada KAMMI pada saat pertama kali dulu. Sampai saat ini, saya senang menjalankan amanah diKAMMI, walaupun berat namun semuanya menjadi ringan. Karena saya melakukannya dengan hati yang lapang, dengan mencintai KAMMI dan da’wah saya.

Ketiadaan cinta terkadang bisa menjadi akar persoalan, karena ia adalah sumber bagi inspirasi dan kekuatan. Bahasan ini memang tak pernah basi, Karena tak ada satu perasaan pun yang mampu dengan utuh mendefinisikan cinta, karena cinta adalah kontemplasi rasa yang memang Allah ciptakan untuk menjadi sesuatu yang ajaib di alam jiwa. Karena cinta adalah pengorbanan, perhatian, ketulusan, kekuatan, kelembutan sekaligus ketegasan. Karena cinta bukanlah ashabiyyah melainkan proporsional dalam bersikap. Karena cinta adalah memberi, bukan meminta. Karena cinta tak hanya sekedar dikatakan, tapi harus dibuktikan. Karena adakalanya cinta tak butuh ungkapan verbal, Tapi hari ini saya ingin mengatakan dan membiarkan semua orang tau bahwa saya jatuh cinta pada KAMMI.

-------------------------------------------------------------

Cerita panjang ini khusus saya persembahkan untuk semua saudara saya di struktur kepengurusan KAMMI Kalimantan selatan. Karena saya sangat sadar bahwa cinta itu tak bisa dipaksakan, karena saya juga sadar kaderisasi tak bisa membuat grand design cinta agar kalian semua mampu tulus mencintai KAMMI. Karena cinta itu pekerjaan hati, bukan pekerjaan struktur. Karena amanah di KAMMI bukan sekedar kerja struktur tapi kerja menyemai idealisme, yang harus diejewantahkan dengan amal dan diikhlaskan oleh hati. Karena da’wah KAMMI ini juga butuh pengorbanan. Dan pengorbanan adalah ritual cinta, bukan keterpaksaan yang dibalut dengan perban amanah.

Ketika cinta itu ada, maka kita akan berjuang sekuat tenaga mengusahakan apapun yang seharusnya menjadi kewajiban kita diKAMMI. Ketika cinta itu ada, maka tak perlu terdengar kabar bahwa sekretariat KAMMI akan kosong karena akan ditinggal penghuninya dan tidak ada lagi kader yang mau menempatinya. Ketika cinta itu ada, maka saya yakin tidak akan terdengar lagi alasan tidak ikut MK 2 karena esok ada ujian, tidak ada SIM atau tidak punya kendaraan karena jarak tempuhnya hampir satu jam (bukankah masih ada angkot). Cintalah yang membuat kita mampu berkata “ya” dan menyingkirkan segudang alasan. Cinta itulah yang menjadikan upaya kita maksimal, tidak seadanya. Cinta itu jugalah yang membuat kita berfikir kreatif untuk mensiasati segala keaadaan. Cinta itu jugalah yang memberi kita kekuatan untuk berkorban melebihi apa yang kita punya. Cinta jugalah yang membuat lelah menjadi sesuatu yang indah dan menyenangkan. Cinta ini jugalah yang seringkali membuat hal2 yang tidak rasional dimata manusia lain, namun menjadi logis bagi kita. Semua hal2 ‘ajaib’ ini terjadi karena telah ada perasaan ‘ajaib’ yang juga telah kita miliki dan persembahkan untuk KAMMI.

Sekarang, marilah jujur bertanya pada hati!

Jika hari ini kau melihat KAMMI Kalsel tak mampu berkontribusi dalam perbaikan ummat, jika hari ini KAMMI menjadi organisasi biasa yang tak ada apa-apanya, atau jika hari ini nama KAMMI perlahan-lahan hilang dari peredaran. Maka tanyalah pada kader-kadernya sudahkah ia mencintai KAMMI? Maka kau akan tau dan mengerti jawabannya.

Sampai saat ini, Saya masih belajar untuk terus mencintai KAMMI, meskipun dengan sangat sederhana. Dan berharap semoga akan banyak pengurus lain yang berkata bahwa ia juga mencintai KAMMI dan ‘ingin terus hidup bersama cita KAMMI meskipun ia telah berada diluar sana’[]

Friday, July 13th 2007
In the room of jihad, 05.00-06.12wita

2 comments:

Anonymous said...

keep dakwah...
ane salut dengan ente..
ini blog ane http://superzayedium.blogspot.com

Anonymous said...

salam..
keep dakwah..
ane salut dengan orang seperti ente...
ini blog ane http://superzayedium.blogspot.com