Monday, May 28, 2007

Berkumpullah bunga selagi bisa

Berkumpullah bunga selagi bisa!

Berkumpullah bunga selagi bisa!

Berkumpullah bunga selagi bisa!

Hmm… inilah kata-kata yang paling saya ingat andaisaja ada yang bertanya apa kesan saya tentang film Dead poeth’s society yang beberapa hari lalu saya saksikan bersama teman ‘lingkaran cita’ saya. Sebuah film yang menceritakan tentang sekelompok anak manusia yang lagi mencari jati dirinya. Film yang yang berusaha menanamkan dan memahamkan tentang hakikat kesejatian hidup, bahwa segalanya terbatas. Film yang mengajak para ‘penikmatnya’ untuk membuka keterbelengguan paradigma pendidikan yang selama ini diartikan terlalu sempit dan menggantinya dengan yang jauh lebih subtansif. Bahwa belajar bukan hanya sekedar aktivitas mendengarkan, menyimak dan menerima pelajaran lalu kemudian mampu menjawab pertanyaan2 yang sifatnya teoritis, Tapi lebih dari itu, belajar adalah mampu menjelajahi dan menemukan hikmah sehingga mampu memecahkan permasalahan hidup dan kehidupan. Belajar bukan sekedar proses formal yang berlangsung didalam ruangan sekian x sekian yang disana terdapat kursi, meja guru, papan tulis dan segala perlengkapannya, Tapi lebih dari itu, pelajaran dapat kita temukan dimana saja, kapan saja dan dari siapa saja. Bahwa belajar adalah sebuah proses menemukan, mmerenungi dan menyimpulkan dari segala apa yang kita dengar, apa yang kita saksikan, bahkan dari apa yang kita rasakan.. bahwa belajar mampu didapat dari segala hal, bahwa belajar adalah proses merenung, menemukan dan mengisi ruang2 kesadaran, lalu kemudian berfikir tentang apa yang harus kita lakukan. Itulah belajar dalam arti sesungguhnya.. Bahwa output dari belajar adalah mampu arif mensikapi diri sendiri dan menempatkannya ditengah manusia lain.

Taukah anda, ada ide gila yang sempat mampir dikepala saya setelah beberapa detik film ini berakhir. Yah, ide gila..demi melihat realita pendidikan yang saya ‘reguk’ selama ini sangat jauh dari subtansi pendidikan itu sendiri..ide itu adalah ”Bagaimana kalau saya berhenti kuliah saja”.. tapi ia langsung melayang begitu saja, bagaikan sutllecock yang terbang bebas dan jatuh entah dimana, yang pasti tidak lagi dikepala saya. He..he..itu mah namanya tidak arif… Bukankah output dari manusia terdidik adalah kearifan???

Ada beberapa hal yang coba saya amati dan renungkan dari tiap gerak dan perkataan sang actor didalam film ini. yang pasti hal ini adalah yang membuat perasaan saya tergugah (barangkali saya sedang melankolis, kata beberapa teman saat membaca kerangka tulisan ini dan mendengarkan sekelumit perasaan saya tentang film ini) dan memaksa jari-jemari saya untuk segera menuliskannya (mungkin juga, karena unsur pemenuhan janji, hampir deadline sih) diantaranya :

a) Hidup bebas dan jiwa yang merdeka

HIDUP BEBAS DAN JIWA YANG MERDEKA.. Teman, pernahkah berteriak sekeras-kerasnya dipantai? Atau berada dipuncak gunung setelah bersusah payah mendakinya? Ato sekedar berlari sekencang-kencangnya dan sejauh-jauhnya sampai akhirnya kelelahan dan ketika menoleh kebelakang ternyata titik awal kita sudah begitu jauh.. Tentu saja jawabannya adalah perasaan puas, menang, suasana hati yang plong dan diliputi syukur. Kerinduan kepada perasaan seperti inilah yang pertama kali ada saat saya menyaksikan film ini. Kebebasan berekspresi yang dibingkai oleh syukur sebagai perwujudan segala cita, rasa dan karya yang Allah titipkan. Saya ingin menjadi pribadi yang merdeka, merdeka dalam pengkaryaan, merdeka dalam perbuatan dan yang paling penting adalah merdeka dalam penghambaan (bukankah musuh utama yang seringkali menjerat kita adalah nafsu). Perasaan merdeka inilah yang menjadikan jalan kita lapang, dihiasi semangat dan diwarnai keberanian. Ada beberapa yang menjadi perhatian saya terhadap sosok Mr. Keating dan 7 orang muridnya,

- Keberanian mengemukakan ide

Tidak semua orang berani dan mampu mengutarakan idenya. Tentu saja ini adalah pekerjaan yang membutuhkan keberanian baik dari sisi fisik maupun mental. Karena bukan tidak mungkin ide kita akan bersebrangan dengan tata yang sudah ada, karena bukan tidak mungkin akan banyak pihak oposisi yang muncul akibat tercetusnya ide kita(entah itu oposisi internal berupa munculnya perasaan ragu, takut, merasa tidak mampu dll maupun oposisi eksternal yang ditimbulkan oleh orang-orang disekitar kita). Hal ini akan menuntut konsekuensi logis terhadap usaha-usaha perubahan yang telah kita lakukan. Yang pasti pekerjaan ini tidak akan mungkin dilakukan oleh seorang yang berjiwa pengecut dan azzamnya lemah. Saya jadi teringat dengan KAMMI, bukankah KAMMI juga lahir dari rahim keberanian. Keberanian untuk menumbangkan sederet daftar kedzaliman dan ketidak adilan yang sedang menyelimuti indonesia waktu itu...

- Bangga dan berani menjadi orang yang ‘asing’

Menurut saya, hal inilah yang paling mencolok dari Mr keating dan ketujuh muridnya. Betapa mereka mempunyai kebanggan tersendiri menjadi orang asing ditengah semua atmosfer budaya dan tata aturan yang yang seolah memusuhi mereka. Ketika merunut sirah, betapa keterasingan juga menjadi kebanggaan milik para sahabat saat awal islam hadir ditengah kelamnya nuansa jahiliyah pada waktu itu. Atau tentang cerita fenomenal para ashabul kahfi yang terasing didalam gua sekian tahun lamanya.

- Bergerak dengan hati

Bergeraklah dengan hati, karena hati akan selalu jujur mendefinisikan kebenaran. Hati akan selalu mengatakan yang putih itu putih meskipun yang terucap dari lisan adalah hitam. Bergeraklah dengan hati, karena dengan itu kita tak akan pernah kehilangan energi. Beberapa teman dikampus seringkali menanyakan, kenapa sih anak2 mushalla seolah2 ga pernah capek, ada aja kesibukannya, inilah, itulah.. saat itu karna terburu-buru ingin pergi kesuatu tempat akhirnya saya menjawab dengan cukup singkat, ”karna hidup dan perjuangan ini banyak mengajarkan saya bahwa letak tarbiyah itu dihati” Teman saya bengong, sambil tersenyum saya pergi meninggalkan dia. Tapi kemudian lama saya merenungi jawaban yang meluncur tak sengaja itu, ya, semestinya tarbiyah itu dihati.. he..he.. jawaban yang cukup bagus, setidaknya menurut saya.

b) Merdeka yang cerdas

Bebas bukan berarti tidak punya frame yang jelas. Melakukan sesuatu tanpa berfikir dan tidak punya strategi adalah suatu kebodohan. Bukankah orang yang sukses adalah orang yang punya perencanaan matang, strategi pemenangan yang brilian, serta mampu mengukur kekuatan diri dan rivalnya

c) Mencoba memandang dari arah yang berbeda

Disebuah forum sekolah politik KAMMI sekitar setengah tahun yang lalu, salah seorang rekan saya mengatakan ”jika kita memandang sesuatu hanya dari satu labirin, maka kita akan terjebak hanya pada labirin itu itu saja, tapi ketika kita mencoba memandang segalanya dari atas, maka kamu akan melihat betapa banyak labirin yang ada disana”. Jika saya mencoba berasumsi, mungkin inilah yang berusaha dilakukan Mr. Keating dengan naik dan mengajak para muridnya satu-persatu berdiri diatas meja, dia mengatakan ”Kau akan melihat sesuatu yang berbeda dari atas sini”. Proses penyadaran yang berusaha ditanamkan dengan cara yang indah dan menggugah untuk melepaskan diri dari sebuah keterkungkungan dogma2 yang berkembang secara pragmatis.

d) Pemaknaan yang jauh/luas terhadap sesuatu, tidak sempit

Mungkin agak mirip dengan poin sebelumnya, tapi saya ingin sedikit mengamati dari peristiwa yang berbeda. Masih ingat dengan pertanyaan dan jawaban Mr.Keating yang dilontarkannya kepada muridnya? Saya mencoba mengutip, semoga saja benar...

Kasus pertama : saat Mr. Keating meminta salah satu muridnya membacakan puisi

Murid : ... Berkumpullah bunga selagi bisa

Mr Keating : Kira2 apa penyebab penulis menuliskan bait puisinya seperti itu, apa maksudnya?

Murid : raihlah kesempatan !

Mr. Keating : karena suatu saat kita akan menjadi makanan cacing

Kasus kedua,

Mr. Keating : Apa guna kata-kata?

Murid : Untuk berkomunikasi

Mr. Keating : Untuk membuat para wanita pingsan.

Inilah yang menurut saya berfikir jauh kedepan, ada tujuan yang senantiasa memompakan energi, bahwa kita harus melakukan sesuatu. Karena suatu saat kita akan menjadi makanan cacing, mestinya konsep ini sangat dikuasai oleh kaum muslim..konsep tentang kefanaan hidup, konsep tentang bekerja untuk suatu keabadian, konsep tentang ‘perniagaan yang menguntungkan’ dsb. Pandangan seorang muslim tidak semestinya sempit, karena sungguh terminal akhir kehidupan ini sudah Allah gambarkan dengan sangat jelas.

e) Konsep amal jama’i dan kebersamaan

Kebersamaan itu menguatkan. Hal ini sangat saya rasakan diawal2 bergabung dengan Forum study islam dikampus saya, waktu itu diangkatan saya hanya ada 2 orang akhwat dan tidak ada satupun ikhwan. Betapa saya merasa lebih solid dan kuat sekarang, karna sudah ada 8 akhwat walaupun ikhwannya Cuma satu. Amal jama’i menjadi suatu yang mutlak, karena manusia itu terbatas, sementara islam itu sempurna, Intinya saling menambal kekurangan. Masing2 kita juga pasti telah memetik pelajaran tentang sejarah perang badar dan keharuan uhud. Ketika menilik dari sisi amal jama’i dan kebersamaan, betapa Allah telah menggambarkan secara jelas lemahnya kaum muslimin dimedan uhud, karena ada beberapa pasukan yang tidak tha’at pada kesepakatan. Begitu juga yang saya tangkap dari film ini.

f) Misi bisa berbeda-beda tapi tujuan akhirnya sama

Mungkin sebagian kita juga memperhatikan fenomena ini. Mr Keating memerintahkan kepada murid2nya untuk merobek sub bab puisi dari sebuah buku cetak. Yang menjadi perhatian saya adalah seni merobek kertas yang diperlihatkan masing-masing murid (ada yang dengan kasar, ada yang asal, ada yang begitu berhati-hati, tapi intinya adalah merobek bab puisi pada buku). Atau kasus lainnya adalah ketika Mr. Keating memberikan pelajaran diluar kelas dengan meminta kepada 3 orang muridnya untuk berjalan bersama (tanpa ada syarat misalnya harus kaki kanan duluan), kemudian tanpa terasa langkah2 itu menjadi seirama dan murid2 yang lain mengikutinya dengan bertepuk tangan. Artinya masing-masing orang punya potensi yang beda, sudut pandang yang beda terhadap suatu hal.. tak masalah memulai dari yang mana dan dengan cara seperti apa, karena yang semestinya menjadi urgen bagi kita adalah bagaimana mensinergiskan semuanya agar bisa berkembang secara baik, optimal dan sejalan serta... saling mendukung. Agar kedepan ritme2 perjuangan itu menjadi seirama langkahnya. Intinya saling menghormati, memahami dan saling mengisi.

f) Mengajarkan bahwa putus asa bukanlah hal yang tepat

Ujian adalah sebuah keniscayaan yang ada dalam perjuangan. hidup juga seperti itu, karena sebenarnya hidup sendiri adalah sebuah tantangan. Yang pasti menurut saya film ini kurang baik dalam mengemas penyelesaian. Ketika berbicara ini dari sudut pandang seorang muslim, tentusaja penyelesaiannya akan berbeda. Seorang muslim harus senantiasa optimis, yakin serta gigih dalam perjuangannya. Besarnya harap seorang muslim akan mengantarkannya pada keadaan yang tidak pernah berputus asa dari rahmat Allah. Inna ma’al ’usri yusraa, wa inna ma’al usri yusraa...

g) Kemampuan menanamkan pengaruh kepercayaan kepada orang lain

Inilah yang dilakukan seorang Mr. Keating pada muridnya. Kemampuan yang semestinya harus kita miliki sebagai da’i. Menanamkan pengaruh kepada objek da’wah, kepada masyarakat kita dengan membawa nilai2 kebenaran islam

h) Regenerasi

shiez the day! Karena hakikat hidup itu sendiri adalah keterbatasan.. Menurut saya, Mr. Keating telah melakukan pemaknaan yang panjang terhadap kata2 diatas. Mr. Kearting tidak mau menyimpan kebenaran itu sendirian, karena ia sangat faham suatu saat akan tiba masa dimana ia tak dapat lagi mengemukakan idenya, ia sangat faham bahwa nanti jatah waktu yang dimilikinya untuk memompakan energi ditubuh generasi pembaharu akan mencapai titik limit.. Maka pilihan terbaik adalah meregenerasi diri dan mimpi, melakukan transformasi2 pemikiran, bahwa kedepan nilai2 kebenaran yang ia bawa harus tetap diperjuangkan. Sehingga ia dapat pergi tanpa penyesalan yang panjang, karna kalaupun tidak tercapai, setidaknya ia telah berusaha mengupayakan.

Yah..seperti itulah seharusnya pemuda, Punya idealisme, cerdas, kritis, mempunyai keberanian dan jiwa rela berkorban yang besar.

Saya jadi berfikir, seandainya yang buat film ini adalah ikhwah, pasti hikmah yang bisa kita ambil bisa jauh lebih besar. Iseng ’memory’ saya mereview cita-cita yang sempat tercetus di gank kami akhwat2’03 tepat satu tahun yang lalu, betapa kami sempat berbagi peran saking semangatnya.. Tapi tidak terlalu menjadi masalah kalau ternyata hari ini film yang saya saksikan bukan karya seorang muslim. Toh, pada prinsipnya darimanapun ia berasal, hikmah adalah milik umat islam yang tercecer, ia adalah milikku, milikmu, milik kita yang ’karam’!

Oleh karena itu....

BERKUMPULLAH BUNGA SELAGI BISA!!!

Dan....Berjalanlah dengan identitas kita, MUSLIM!

In the room of jihad, 23.47wita -…

Banjarbaru, 12 maret’07

No comments: