Monday, May 28, 2007

AKTUALISASI PERAN WANITA DI ETALASE PUBLIK

Emansipasi wanita, inilah kata yang langsung terekam ketika publik berbicara tentang peran dan pemberdayaan wanita dalam kancah perjuangan dan perbaikan bangsa. Dimana penyamarataan hak dalam pengkaryaan dan pengapresiasian diri tak lagi memandang gender. Menjadi hal yang wajar jika hal ini dilatar belakangi oleh suatu tekad yang kuat untuk membuktikan pameo bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah itu tidak selamanya benar sehingga pada akhirnya mampu membebaskan para wanita dari keterpasungan paradigma yang secara perlahan menyuntik mati potensi kaum wanita.

Tentunya kenyataan sejarah tidak bisa membohongi kita, bagaimana ternyata keterlibatan para perempuan mampu berkontribusi positif bagi perbaikan kondisi bangsa. Perjalanan bangsa ini juga telah mencatat betapa perjuangan para wanita ‘hebat’ masa lalu juga menjadi warisan sejarah yang tak ternilai harganya untuk generasi hari ini. Sebutlah seorang tokoh wanita Indonesia ternama R.A Kartini yang dengan tekad baja dan semangat zamannya berusaha menuntut keadilan dan pemerataan kualitas pendidikan bagi kaum perempuan kala itu. Kekritisan dan ketidakpuasan akan apa yang seharusnya ia dapatkan membawanya pada kesadaran dari kekeliruan berfikir bahwa ruang pengkaryaan wanita hanya terbatas didalam tembok rumah mereka saja. Tapi harus lebih dari itu, angin kesadaran itu ternyata mampu menggerakkan raga serta memompakan kekuatan dalam fikirannya untuk melahirkan ide-ide cerdas bahwa sudah saatnya wanitapun harus mengenyam pendidikan yang layak, karena amanah negri yang diembankan pada kaum wanita juga tidak kalah besar, melahirkan generasi-generasi terdidik. Semangat perubahan ini jugalah yang akhirnya mampu mengharumkan namanya dengan sebuah karya fenomenal “Habis Gelap, terbitlah Terang”. Hampir serupa dengan perjuangan Raden dewi sartika dengan sekolah wanita pribuminya. Sejak 1902, Raden Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum wanita ketika itu. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu.

Dengan segala keterbatasan saat itu, apa yang telah dirintis Raden Dewi Sartika jelas merupakan bukti nyata perjuangan emansipasi wanita. Sekolah yang didirikan Dewi Sartika menjadi mutiara yang kemilaunya terus menjadi inspirasi bagi berkobarnya spirit memajukan pendidikan kaum perempuan yang diilhami dari semangat perjuangan R.A Kartini.

Tentunya, tak hanya dua tokoh wanita ini saja yang mampu kita jadikan rujukan sebagai motivator untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki kaum perempuan. Kita juga tentu tidak asing lagi dengan sosok pahlawan-pahlawan wanita Aceh, sebutlah saja Cut Nyak Dien atau Cut Nyak Meutia. Kedua wanita Aceh ini dinobatkan sebagai pahlawan kemerdekaan nasional yang tetap memegang prinsip dan tak mau tunduk begitu saja kepada para penjajah. Medan pertempuran telah membesarkan jiwa mereka, hingga kemudian perjuangan dan pengorbanan yang tidak mengenal lelah yang dilandasi oleh kecintaan pada bangsanya menjadi contoh dan teladan bagi generasi selanjutnya.

"BANGSA yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya". Demikian adagium yang kerap kita dengar. Akan tetapi, sudah paralelkah adagium itu dengan itikad dan upaya kita untuk benar-benar melaksanakannya dalam keseharian? Para pejuang wanita diatas adalah potret nyata dari kealpaan kita untuk menempatkan seseorang dalam penghormatan yang proporsional dan selayaknya dengan sumbangsih yang telah mereka persembahkan. Betapa, perjalanan setiap zaman senantiasa meninggalkan cerita yang tak kalah hebatnya tentang perjuangan seorang wanita.

Peran Kaum Wanita Hari Ini

Secara kuantitatif, penduduk Indonesia bahkan dunia didominasi oleh wanita. Hal ini mau tidak mau menuntut peran serta wanita untuk juga turut bermain diranah-ranah kehidupan yang lainnya, baik itu sosial, budaya, politik bahkan Hankam. Saat ini para wanita dituntut tidak hanya baik dan tuntas ketika menyelesaikan urusannya di’dalam rumah’, tapi lebih dari itu para wanita juga di tuntut untuk berkreasi secara optimal diluar rumah, untuk berkontribusi riil dalam perbaikan kondisi bangsa dengan tetap menghormati dan menjaga ‘frame’nya sebagai seorang wanita. Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para wanita dalam mengarungi perjuangannya, diantaranya :

1. Para wanita harus senantiasa konsisten dan optimis dengan nilai-nilai perjuangan dan idealisme yang diusungnya.

2. Perjuangan para wanita juga harus senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai kefahaman, moralitas dan kemengertian tentang hakikat dirinya sebagai elemen sebuah bangsa, sebagai salah satu bagian terpenting dari sebuah rumah tangga dan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa.

3. Mengoptimalkan dan menggali segala potensi terpendam yang mampu dijadikan modal sebagai bahan dasar perbaikan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Perjuangan panjang yang dilakukan para wanita hari ini adalah sebuah wujud mengokohkan eksistensi para wanita dimasa depan. Panjangnya perjuangan, besarnya pengorbanan dan dinamika politik etis yang bergulir membersamai bertambahnya usia negri Indonesia telah membuat kenyataan hari ini berbicara lain. Kini ruang-ruang publik sangat terbuka lebar bagi para wanita untuk menyemai kreativitas dan pengkaryaan bagi dirinya. Bahwa keterlibatan peran, setting kebijakan serta sentuhan kreativitas dan ide-ide cemerlang dari para wanita sangat dibutuhkan untuk merancang ulang peradaban negri ini agar bisa lebih baik lagi... Ditunggu, pahlawan wanita zaman ini!

No comments: