Thursday, February 24, 2011

Inspiring story (2) : Dia hanya tukang becak

Aku mendengar namanya sekitar 2 tahun lalu, di awal aku memulai aktivitasku sebagai jurnalis di akhir 2008, namanya dimuat dalam kumpulan kisah terbitan perdana bertema alamnya anak-anak FLP Banjarmasin. Judul cerpen itu “Kai udin”, dari sekian banyak kisah yang ada, kisah ini menjadi salah satu yang menurutku cukup menarik dan unik.

Belakangan memory tentang kai udin kembali terungkap ketika aku dan beberapa jurnalis lainnya mengobrol agak serius tentang kerusakan alam kalsel akibat eksplorasi alam, tambang dan batubara. Obrolan serius ini dilatari adanya sekelompok wartawan yang mengatas namakan diri sebagai pencinta lingkungan, tapi justru disokong pendanaannya oleh perusahaan batubara yang cukup besar, selevel PKP2B. kondisi ini jelas kontradiktif, alih-alih bisa mengadvokasi masalah lingkungan yang jelas-jelas melibatkan aktivitas tambang-tambang besar itu sebagai subjek kausal, membuat pemberitaan yang merugikan saja terkadang sulit dimunculkan. Jelas keberadaan forum itu hanya untuk mencari sumber modal dan meningkatkan bargaining position para jurnalis yang terlibat didalamnya.

Hari itu Aku bersama jurnalis senior yang lain berbicara masalah idealisme..Aku sadar sesadar sadarnya kalau jurnalis juga manusia, yang punya kebutuhan hidup bahkan harus menghidupi keluarganya, gajih jurnalis yang rata2 tidak sesuai standar, pastinya tidak akan cukup memenuhi kebutuhan tersebut. Tp bukan berarti harus menjual idealisme, itulah yang aku sesalkan. Dan aku bersyukur karena selama ini lingkungan liputanku jauh lebih kondusif dibanding pos wartawan lainnya. Ya setidaknya mereka tidak pernah meminta, apalagi memaksa.

Tiba-tiba bang Syarif, salah satu redaktur Koran lokal nyeletuk, “kalau benar-benar cinta lingkungan itu, contoh kai Udin” ungkapnya. Mendengar itu, sontak Aku teringat sesuatu. Nama itu terasa cukup akrab dan pernah aku dengar. Dari obrolan panjang lebar itulah ternyata aku tau bahwa kai udin adalah seseorang tukang becak yang sangat besar cintanya terhadap lingkungan. Persis seperti sosok yang digambarkan dalam kumpulan cerpen itu.

Aku tak menyangka sosok yang aku kira hanyalah fiktif ternyata benar-benar ada. Disaat zaman banyak dihuni orang-orang serakah dan hanya mengedepankan kepentingannya masing-masing, sungguh sosok kai udin adalah anomali yang sangat istimewa bagiku. Bagaimana tidak, kai udin hanyalah seorang tukang becak yang penghasilan perharinya jauh dibawah rata-rata, bahkan yang aku tau hidupnya pun sangat sederhana dan tak jarang juga kekurangan. Namun sungguh aku lebih menghormatinya, dibandingkan para anggota dewan yang terhormat!

Dari cerita teman-teman, kai udin selalu menyisihkan penghasilannya setiap hari untuk membeli bibit pohon. Bibit itu kemudian ia tanam di sudut-sudut kota Banjarmasin yang gersang dengan sukarela, tanpa mau tau apakah ia akan mendapat penghargaan sebagai pencinta lingkungan dari pemerintah pusat atau tidak. Bahkan menurut sepengetahuan wartawan yang mengenalnya, bisa jadi lebih dari 30 persen pohon yang saat ini menaungi Banjarmasin adalah pohon yang tumbuh dan ditanam dengan cucuran keringat kai udin. Jika suatu hari kau melihat tukang becak tua dengan bibit pohon dibecaknya, maka kemungkinan besar dialah kai udin.

Tidak satu dua pohon hasil tanaman kai udin, yang mati karena dicabut oleh orang yang usil atau bahkan dicabut secara paksa oleh pemerintah karena lokasi penanamannya tidak sesuai aturan. Tapi sedikitpun kai udin tidak pernah menyurutkan niatnya untuk selalu menanam pohon, semampu yang ia bisa. Teman, Kita memang bukanlah orang yang punya harta berlebih, tapi saya yakin kai udin jauh lebih kekurangan jika dibandingkan dengan kita..tapi dia masih bisa menyisihkan sebagian hartanya dengan tulus, tanpa pamrih..

Pasca pulang liputan hari itu saya termenung “Kai udin sudah banyak menabung bekal untuk kepulangannya ke kampung akhirat yang kekal. pohon-pohon itu menjadi saksi, bertapa tak terhitung amal jariah yang mengalir kepadanya. Sementara aku, sungguh aku belum punya apa-apa…”

Hari itu sungguh aku mengagumi sosok kai udin dan berharap suatu hari benar-benar dapat bertemu dengannya, bertemu dengan pahlawan kota Banjarmasin, daerah yang kerap kali dilanda banjir air pasang!

Wednesday, February 23, 2011

Tears For Indonesia

Andai kau tau bagaimana rasanya jatuh cinta,

Aku yakin kau pasti mengerti apa yang sedang Aku rasa..

Tak usah heran, memang beginilah cinta..

Kadang membuat bahagia, tapi tak jarang membuat berkaca-kaca..

Dan saat ini, seperti kata orang aku sedang patah arang..


Kau tau teman,

Aku hanya bagian kecil dari dunia yang mencoba mencintai dunia dengan tulus,

Tulus melindungi dengan perlindungan yang paling besar yang sanggup aku berikan

Ku akui, cinta memang punya konsekuensi

Dan aku sudah mengerti itu, jauuuh hari sebelum aku memutuskan untuk jatuh cinta..

Andai kau tau bagaimana rasanya ketika cintamu ditolak

Itulah yang sedang Aku rasa..


Hari ini geram menghantam ketika cemburu berkali-kali menamparku

Menawarkan suap berbagai kenyamanan dan mencoba melindas habis cintaku

Tapi untuk kesekian kalinya kau harus tau, pantang bagiku menukar cinta

Untuk kesekian kalinya kaupun harus tau,

Cintaku bukan picisan belaka, cemburuku juga haram membabi buta..

Jadi jangan harap bisa membelinya…


Meskipun ku akui saat ini aku merasa tidak berarti..

Tapi Aku jauh lebih sadar bahwa cinta ini lahir atas nama idealisme

Idealisme yang coba kutanam tidak dalam waktu sehari

Idealisme yang kupupuk dengan harapan dan cita-cita tentang masa depan indah Indonesiaku..

Idealisme yang kurawat dengan pengorbanan dan tanggung jawab

Sehingga, bukan pemandangan aneh jika kau menyaksikanku menangisi bengisnya dunia hari ini..

Yang jangankan melindungi dirinya, mengenali siapa dirinya saja tak lagi bisa…


Kau harus tau, cintaku bukan cinta yang penuh romantisme

Yang berhiaskan kata-kata indah dan kelopak mawar..

Kau harus tau, Ketika aku memutuskan jatuh cinta,

disaat yang sama aku telah siap kehilangan segalanya

Jadi tak usah heran..

Kalau hari ini aku merutuki ketidakberdayaanku

ketika perlahan tapi pasti kusaksikan dunia mulai kehilangan rasa malunya..

Ketika hari ini didepan mataku generasi masa depan dididik untuk menjadi egois dan hedonis..

Ketika hari ini kufahami duniaku tak lagi mengerti apa itu kasih sayang dan persaudaraan

Ketika hari ini duniaku dengan lantang berterus terang tak ada lagi empati untuk dibagi..

Dan ketika kucoba berdealektika, merayu dan mengajaknya kembali pulang

Dia membalasku dengan tatapan sadis dan kata-kata kasar

Mengusirku pulang dan berteriak lantang : ‘memang Kau siapa? Kau punya apa?’


Hari ini dalam diam Aku kembali sesenggukan..

Tertunduk dalam, dengan hati terluka dan berkaca-kaca

Menguatkan azzam, dan berkeras hati, sekeras-kerasnya..

Selangkahpun Aku takkan mundur dari sumpahku..

untuk setia pada dunia dan terus berjuang untuknya..

Apapun yang terjadi, Aku akan tetap disini..

Mencintainya sampai aku mati..!



Banjarmasin:1402'2011

Tuesday, February 22, 2011

Inspiring story (1) : She is Amazing woman

Senyumnya membersamai Kepalanya yang tiba-tiba menyembul dibalik pintu, mempersilahkan aku masuk melalui pintu samping menuju ruang tamu. Hingga aku duduk di kursi kayu ruang tamu itu, sungguh aku tak mampu menyembunyikan ketakjubanku kepada orang yang saat itu berada di depanku..Ibu zahra chairani

Dia bukanlah orang asing, 3 semester berturut-turut selama aku aktif dikuliahku yang baru aku selalu menjumpainya hampir setiap pekan. Wajahnya yang serius dan jarang bercanda, membuat ia disegani atau mungkin lebih tepatnya ditakuti kebanyakan mahasiswa. Telat sedikit dari jam kuliahnya, lebih baik pulang saja, jangan harap bisa masuk kelas, karena harapan saja tak akan berguna untuk mengubah kebijakannya..Tak terhitung mahasiswa yang mengeluh lantaran tak lulus mata kuliahnya, padahal mata kuliah itu tergolong mudah. Namun sebaliknya, akan sulit sekali menemukan dia menitipkan nilai A di KHS mahasiswa, dan itu juga terjadi padaku, dari seluruh mata kuliahnya yang aku ambil paling banter nilaiku B atau B+. Siapapun tidak akan pernah berdo’a mendapatkan namanya di SK dosen pembimbing, begitupun aku. Tapi takdir berkata lain, Aku ditakdirkan bekerjasama dengannya selama menggarap tugas akhirku, dengan seseorang yang mendapat julukan strick lecture” dari hampir sebagian besar mahasiswa matematika. Bu Zahra menjadi pembimbing 2 ku.

Namun hari ini, semua penilaian itu seolah tak menemukan sinonimnya dalam bentuk realita. aku sungguh merasa bersalah, salah mengenali orang, juga merasa salah karena percaya begitu saja pada propaganda teman yang menyebabkan aku jadi ikut-ikutan punya label buruk terhadap dosenku itu. Penampilannya hari ini membuat aku setengah tidak percaya, uban putih memenuhi sebagian besar kepalanya sangat kontradiktif dengan sikap beliau yang energik dalam mengajar dan mengikuti berbagai kegiatan akademik. Ia sangat cinta matematika…bahkan mungkin banyak diantara kita yang pernah belajar menggunakan buku matematika karangannya, selain Sartono dan Budhi Prayitno, Bu zahra adalah rujukan ketiga untuk Matematika SMu penerbit Erlangga pada kurikulum 2004. Dan anehnya aku sebagai mahasiswanya baru hari itu mengetahuinya. Oh my god, Poor me!

Setelah selesai berbincang mengenai arah skripsiku, aku mencoba memberanikan diri bertanya banyak hal padanya, tentang masa lalunya dan apa yang diperbuatnya sehingga ia begitu cinta pada matematika. Kau tau, Ia juga telah menjelajahi hampir seluruh Asia tenggara, Inggris, swiss dan Australia hanya karena matematika. Aku takjub, dan aku yakin bagi orang se-ekspresifku bu Zahra bisa melihat ketakjubanku itu dengan sangat jelas.

Hari itu, kepadanya aku ceritakan semua cita-citaku, tentang keinginanku melanjutkan study ke jepang, tentang mimpi-mimpiku dimasa depan. Setelah mencoba melihat realitas dunia menjadi seorang jurnalis, Aku juga ingin menjadi guru sekaligus peneliti, karena aku sadar betul, perbaikan system baru bisa dilakukan jika secara bersamaan juga dilakukan perbaikan kualitas SDM, dan itu menjadi tugas utama para guru/ pendidik. Ia antusias mendengar paparanku yang panjang lebar, kemudian tersenyum mendengarkan.

“kalau begitu, jadilah manusia yang berbeda! Jadilah guru sebenarnya, bukan guru-guruan. Kau harus bekerja lebih keras dibanding manusia lainnya, kau harus membaca dan beraktivitas lebih banyak dan beristirahat lebih sedikit. Cintailah buku, karena hanya dengan buku kau akan mampu berfikir melintasi zamanmu, tau sejarah zaman ini dan mampu memprediksi bagaimana masa depan” ia menarik nafas panjang..sementara aku, seperti biasa mataku berkaca-kaca, seolah mendapat suntikan semangat yang luar biasa.

“jika kau menjadi guru yang ikhlas, maka kau akan mendapat pahaal yang tak pernah putus, supply energy dan cinta yang tak pernah habis.. jika kau menjadi peneliti, maka kau akan menjadi pribadi yang bebas dan merdeka. Itulah sebabnya mengapa ibu memilih menjadi guru sekaligus peneliti” lanjutnya.

Ia menceritakan masa lalunya, bagaimana ia dulu begitu suka membaca. “bahkan kadang-kadang kalau lagi asik membaca atau sedang menyelesaikan soal matematika, ibu sering lupa makan” kenangnya. Ia Allah takdirkan menikah dalam usia relative muda (20 tahun) sehingga ia harus pintar-pintar membagi waktu, kuliah sambil bekerja untuk seorang ibu dengan 2 anak sepertinya tentu bukan hal yang mudah, tapi ia berhasil melaluinya.

Sore itu, ia sempat mengajakku ke ruang perpustakaannya. Ruang perpustakaan itu cukup sederhana, tapi aku yakin jika kau memasukinya kau akan sangat menikmatinya. Ada sekitar 5 lemari kaca, terdiri dari 4 space rak yang semuanya dipenuhi oleh buku, dari buku sastra sampai matematika. “kau tau ini adalah buku-buku yang ibu bawa gratis dari australia” ia menunjuk bagian rak psikologi. “waktu itu ibu diberi kesempatan mewakili kalsel untuk pelatihan pendidikan, di homebase tempat kami tinggal banyak buku yang sepertinya tidak dipakai. Lalu ibu Tanya pelayannya apa buku itu bisa diminta? Katanya boleh. Trus ibu bawa, banyak teman yang heran, karena ibu bela-belain bawa buku, sementara teman-teman yang lain bawa banyak oleh-oleh”..”malah ada teman yang bilang, jauh-jauh ke Australia kok bawa buku..tp ternyata sekarang buku itu sangat membantu ibu saat kuliah S3” lagi-lagi ia tersenyum.

Tepat didepan jendela, aku mendapati meja kerja dengan bunga lili hidup pada vas kaca disamping kanannya. “ini tempat ibu biasa menulis, tapi sekarang sudah jarang” sambil tersenyum ia menjelaskan, seolah mampu membaca kemana arah fikiranku. Lagi-lagi aku mengaku takjub.

Dan kau tau, saat ini ibu Zahra sedang menyelesaikan S3nya di UNESA Surabaya. Tidak seperti orang kebanyakan yang mengambil kuliah untuk jabatan yang lebih tinggi, Ibu zahra mengambil S3 justru setelah ia dinyatakan pensiun sebagai peneliti (saat ini usianya lebih 60 tahun). “ibu kuliah karena ibu mencintai ilmu, ibu tidak mau otak ibu berhenti berfikir dan akhirnya tumpul” ia menjelaskan. Hari itu, sungguh aku banyak belajar.. Aku juga mencintai ilmu. tapi tidak sepertiku, beliau jauh lebih tulus….

Terakhir bu Zahra berpesan..”kau boleh punya mimpi, sebesar apapun itu, kejar mimpimu..tapi kau harus ingat, bukan itu tugas utama wanita muslimah, tugas utama wanita muslimah itu dirumah..jangan pernah ragu apalagi takut, Allah menciptakan kita dengan berbagai kebutuhan, jika kita merasa tidak cukup, Allah yang akan mencukupi kebutuhan kita. Jika kita merasa tidak bisa, Allah yang akan membuat kita bisa. Yang penting yakin, itu kunci iman dan hidup ini”…”kau lihat ibu kan, sekarang penghasilan ibu hanya dari uang pensiun, ibu tidak pernah menyangka akan mampu membiayai kuliah S3 ini..tapi nyatanya, ibu bisa melaluinya. Seberapa besar ujian harus kamu lalui, itu hanya untuk menguji nyalimu, hanya ada 2 pilihan, kau terus bangkit atau membiarkan dirimu kalah” ia berkata mantap.

Sebenarnya bisa dibilang hari itu aku merasa agak putus asa. bagaimana tidak, sudah 6 kali aku membuat proposal skripsi dan semuanya di tolak, lantaran topic yang ingin kuteliti dinilai tidak pas, kadang terlalu tinggi, tapi tak jarang juga dianggap unqualified. Sampai pada penolakan proposal yang kelima, aku masih bisa bersabar dan kembali mencoba, tapi yang terakhir sepertinya cukup membuatku terpukul. Secara terang terangan dosen utama ku meragukan kapasitasku sebagai mahasiswa S1 untuk melakukan penelitian menggunakan metode gabungan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Apalagi jika ingat Aku menyimpan cita-cita besar pada penelitianku itu, yang kuharapkan bisa menjadi pembuka jalan cita-citaku menuju negri matahari terbit, jepang! suatu hari nanti. Kenyataan itu sungguh membuat putus asa…!

Tapi hari ini Aku kembali mendapat penguatan, dengan cara yang sangat indah..Hari itu ingin aku katakan dengan gamblang “Mohon maafkan Aku, karena telah lancang sempat berdo’a agar namamu tidak pernah ada dalam SK bimbingan skripsiku”

to Mrs. zahra, thank a lot for ur beautiful lesson...


Friday, February 18, 2011

A Hand To Hold (1) : Tulus itu memberi..

Kemarin adalah kali pertama saya menginjakkkan kaki di daerah alalak utara, salah satu kecamatan asli orang Banjar. Banyak orang yang bilang, kalau mau tau bagaimana pola kehidupan masyarakat banjar, maka datanglah ke kampung tersebut, alalak, quin atau sungai miai..

Kedatangan saya kesini sebenarnya bukan tanpa maksud, tapi ada kewajiban yang harus ditunaikan sore ini, mengisi pengajian ibu-ibu PWK di daerah tersebut. Dari karakter masyarakat yang digambarkan, jujur saya sangat gugup, ada kekhawatiran saya tidak mampu menyampaikan pesan dengan cukup baik, lantaran saya tidak terbiasa menggunakan bahasa banjar, terkesan kikuk, meskipun kalau mendengar orang bicara sedikit-sedikit saya tau artinya.

Pengajian digelar di salah satu rumah warga PWK aster, inilah yang bakal jadi amanah yang saya kelola kedepan sebelum saya pulang. Rumah itu cukup sederhana, meskipun jika dibandingkan dengan yang lainnya, penampakan 1 rumah ini terbilang cukup istimewa. Rata-rata masyarakatnya hidup dibawah garis kemiskinan, banyak yang belum terkelola, baik tempat pembuangan sampah maupun system drainase yang mungkin tidak terlalu jelas karena berada di kawasan rawa, kehidupan masyarakat yang berada dipinggiran sungai membuat tempat tersebut punya banyak WC umum, dipinggir bantaran sungai.

Saya datang ketempat itu bersama ketua PWK aster Ibu sonah, Menyusuri jalan sempit saya dan teman saya beserta ibu sonah menuju rumah warga yang dijadikan tempat pengajian. Tadinya dalam benak saya, saya hanya akan mengisi pengajian di depan kurang lebih 10 ibu-ibu, seperti yang dulu pernah saya lakukan diBanjarbaru. Namun ternyata saya salah, ketika sampai ketempat acara sedikitnya sudah ada sekitar 30 orang yang berkumpul disana. Jumlahnya semakin bertambah ketika acara akan dimulai bahkan memenuhi teras rumah dan hingga didaerah dapur, bahkan sebagian ada juga yang di teras tetangga sebelah rumah. Tidak kurang dari 60 orang warga memenuhi rumah itu, dari usia anak sekolah, mungkin sekitar SMP hingga usia lanjut.

Kegugupan saya memuncak, kondisi ini diluar dugaan. Yang lebih mengagetkan sound sistemnya sangat gueede, 1 pengeras suara di ruang tengah sebagai ruang inti acara, 1 lagi didapur, dan lebih parah 1 toak di teras rumah, kalau kamu pernah melihat pengeras suara adzan disurau-surau, sebesar itulah toak yang digantung diteras rumah, dengan tujuan warga yang tidak bisa datang tetap bisa mendengar. Dalam hati saya berkata ‘kalau demo mah saya bisa bu, tapi ini seolah jadi penceramah…’ Oh my god, rasanya sidang skripsi saja saya tidak segugup itu..mau kabuuur!

Alhamdulillah ditengah2 kegugupan saya yang kian memuncak, tiba-tiba saya merasa mendapatkan kekuatan. Allah tidak mungkin memberikan saya kondisi seperti ini kalau saya tidak pantas dan mampu melaluinya, pasti bisa. Lagian ibu2 itu sudah sedemikian rupa mempersiapkan segalanya, maka sebagai balasannya saya harus bisa menyampaikan ini dengan maksimal, semaksimal yang saya bisa..bukankah ini juga sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas scenario yang ia ciptakan hari ini. Hari itu entah kenapa, saya sangat percaya diri, Bismillah… :)

Acara berjalan lancar. Saya menyampaikan pentingnya berprasangka baik kepada Allah dan korelasinya dengan perkataan dari sisi keislaman dan tinjauan medis, saya menikmatinya..tak ada lagi yang namanya gugup, dan bagusnya lagi ternyata bahasa banjar saya ‘ya lumayanlah’. berulangkali para ibu2 itu senyum-senyum ketika saya mencoba mengambil contoh sensitive dari kehidupan mereka. Hari itu, sungguh tiba-tiba saya menyayangi mereka..Apa kabar ibuku dirumah, baik saja kah? Semoga selalu dalam penjagaan Allah yang Maha kasih..

Kurang lebih 35 menit saya menyampaikan materi tersebut, ibu2 itu terlihat antusias, meskipun ada juga yang terlihat sibuk mengurus konsumsi didapur. Acara selesai, saya dan teman saya langsung pamit pulang. Masih dengan senyum mereka menghantarkan kepulangan saya. Tiba-tiba ketika bersalaman dengan salah seorang ibu, usianya lebih mirip dengan almarhumah nenek saya, beliau berkata ‘jangan jara cu lah, sering2 datang kesini’. Aku cium tangannya dengan tulus kukatakan, ‘insyaAllah nek, ulun yang harus belajar banyak dengan bubuhan pian’..begitulah sepanjang jalan keluar gang sambil menggeret kendaraan saya dan teman saya menyalami ibu-ibu yang juga mendengarkan di teras2 tetangga, sambil mengucapkan terimakasih dan meminta maaf atas kekurangan saya

Sore itu, sepanjang perjalanan menuju ‘lingkaranku’ mataku berkaca-kaca, membuncah oleh rasa bahagia oleh penerimaan mereka yang tulus. Ya Allah izinkan aku bisa memberi arti dan warna bagi kehidupan mereka, sebagian kecil dari penduduk alalak utara...