Friday, December 12, 2008

Islam dan Logika

Suprise!
Hari ini Allah kembali memberi pelajaran, betapa ternyata aku masih harus banyak belajar. Tepatnya tadi malam Aku mengikuti sebuah diskusi bertema 'teori pembebesan islam' dengan salah seorang ustadz yang katanya lulusan Iran. yang hebatnya lagi acara ini bukan diadakan oleh teman-teman dari kelompok-kelompok studi islam kampus melainkan dari kelompok MAPALA alias mahasiswa pencinta alam, hebat bukan? menurut aku pribadi ini merupakan kemajuan cara pandang akan sebuah kebutuhan tentang ajaran agama sebagai muslim.
Diskusi berjalan mengalir. seru, religius namun ilmiah. Seperti potongan kalimat ilmuan islam ternama yang pernah Aku baca, beliau mengatakan bahwa 'islam adalah agama logika'. aku fikir diskusi malam tadi cukup representatif menggambarkan potongan kalimat-kalimat tersebut. Bagimana kemudian agama (islam) coba dimaknai dan diterjemahkan oleh akal kedalam contoh-contoh konkrit yang secara logika sangat sulit untuk dibantah atau dipatahkan (mudah diterima). Rasionalisasi untuk membuktikan bahwa islam sebagai agama yang syamil dan mutakamil dimunculkan dengan argumentasi yang lugas&cerdas oleh ustadz (yang menurut analisaku menganut ajaran syiah) itu.
Pembahasannya tajam tapi juga cukup memusingkan, yang pasti satu pelajaran berharga yang aku dapat: jangan sekali-kali salah memilih diksi (kata) ketika berdiskusi dengan orang-orang seperti ini, selain itu argumentasi yang digunakanpun harus yang sangat mendasar. karna jika salah omong anda bisa dibantai habis-habisan dan dibuat bingung, mirip seperti pengalaman saya belajar matematika, penuh analisa, abstrak namun valid!
Agak berbeda dengan cara belajar aku selama ini, lebih cendrung 'pasrah' untuk memahami hal-hal bersifat ghaib yang mestinya tidak lagi menjadi perdebatan. Namun kali ini berbeda beliau mampu menemukan satu titik kesehfahaman yang ditarik dari nalar akal&dialektika religius yang bersumber dari niali2 dasar agama. metode doktrin yang cukup baik, namun jika tidak kuat sangat mungkin untuk salah tafsir&menggerus keyakinan. maklum nilai filsafatnya cukup kental :)
Namun sampai hari ini masih terlalu banyak paradoks yang ada dikepala saya, jika prinsip-prinsip dasar itu begitu indah dikuasai, lantas mengapa ada aplikasi yang begitu jauh berbeda ketika prinsip-prinsip dasar itu berdiferensiasi dan ditabrakkan dengan realitas? yang pasti ketika kita berbicara logika, maka akan kita temukan ruang-ruang persepsi disana. yang menjadi masalah, tidak mungkin kita menilai sesuatu memakai persepsi orang lain, persepsi orang lain hanya cukup menjadi referensi yang bisa diterima namun bisa jadi ditolak. namun aku fikir logika saja tidak cukup masih ada ruang rasa disana yang pemeran utamanya adalah nurani. namun disaat sekarang ini berapa banyak orang yang mampu sungguh-sungguh berdialog dengan nuraninya? variabel apa yang menjadi tolak ukur nurani? apakah hanya rasa nyaman? kalau seperti itu, jawabannya akan kembali menjadi sulit karena semua orang mempunyai ego. Pembahasannya tentang ini hampir tak ada yang detail, masih begitu general karena memang hanya sebatas itulah yang bisa dibahas. konklusi yang bisa aku ambil adalah masing-masing diri kita harus mengoptimalkan daya nalar & kebeningan hati untuk semakin mempertajam nilai-nilai kebenaran itu. ujung-ujungnya kembali kepada diri masing2. bagaimana kita mampu mengapresiasi diri dan melakukan pencerahan pada diri kita. secara teori kelihatan sederhana namun ternyata begitu rumit!
Sampai saat ini aku belum bisa menemukan jawabannya, haruskah kembali merujuk pada kebijakan sebelumnya: 'biarlah waktu yang akan menjawabnya, hhff.........'

Banjarbaru, desember 08
dipersimpangan...

Tuesday, December 9, 2008

Antara Idealisme & Profesionalisme

Ketika berbicara antara idealisme dan profesionalisme maka sesungguhnya pada saat itu tak jarang kita ditempatkan dalam ruang keputusan yang cukup sulit. Ketika berbicara masalah idealisme maka fokusnya akan menyerang pada pilihan, pengangan dan prinsip hidup. Sementara prinsip hidup akan sangat bergantung pada bagaimana persepsi seseorang menilai hidup dan menempatkan dirinya dalam kehidupan itu sendiri. Idealisme akan sangat berkaitan dengan apa yang kita yakini, tolak ukurnya adalah apa yang ada dalam diri kita.
Sementara itu ketika kita berbicara profesionalime maka kita akan berbicara tentang ruang-ruang yang sangat relatif dan multitafsir, sangat tergantung pada sistem dan tatanan nilai yang berlaku dalam sekelompok orang dimana kita berada dan beraktifitas dimana sistem itu diciptakan oleh persepsi dominan yang diamini dalam lingkup masyarakat tersebut.
Yang menjadi problem adalah ketika kedua hal ini ditabrakkan dalam suatu nilai yang tidak seirama. Di satu sisi ada tuntutan jiwa untuk memperjuangkan apa yang menjadi prinsip hidup, namun disisi lain ada tuntutan untuk menghormati nilai-nilai 'sakral' di masyarakat.
-------
Beberapa hari lalu saya mengalaminya,
waktu itu adalah jadwal tes interview menjadi reporter pada sebuah media audio diwilayah saya. Asal engkau tau kawan, ini adalah lamaran kerja yang pertama kali aku ajukan. Dari dulu saya memang sangat tertarik dengan dunia media, karena saya menyadari betapa media sangat berperan besar dalam hal pembentukan paradigma berfikir dan penggerusan moral yang terjadi dimasyarakat kita hari ini. media adalah alat pendidikan yang punya pengaruh signifikan. Namun saya juga menyadari betapa besar tantangan yang harus dihadapi di ranah ini ketika kita membenturkannya dengan idealisme, wilayah ini kurang aman bagi seorang perempuan. tapi kita harus tetap melangkah&mengambil peran sekecil apapun itu!
Dalam perjalanan dari banjarbaru menuju banjarmasin sejenak saya dihinggapi keraguan, akan sebuah idealisme dan profesionalitas ketika dibenturkan pada adab interview. prinsip yang selama ini saya pegang kurang cocok dengan apa yang menjadi kebiasaan masyarakat hari ini. ada keraguan kalau saja prinsip ini justru menjadi penghambat bagi kelulusan. untuk mencari jawaban dan menenangkan fikiran, aku berhenti disebuah masjid besar di Kalsel. duduk, berfikir, merenung&menetapkan pilihan. Walhasil beberapa menit saya disana, saya temukan jawabannya yaitu tetap berdiri tegak di atas prinsip! intanshurullaha yanshurkum wa yustabbit aqdamakum...InsyaAllah Allah akan menolong & memberi yang terbaik sesuai dengan penilaianNya. Yang terpenting adalah bagaimana kita berusaha optimal, jikapun hasilnya belum sesuai maka bisa jadi menurut Allah saya 'belum siap' untuk mampu bertahan di ranah itu. bukankah itu bentuk kasih sayangNya?
Saat itu saya sangat yakin, itulah pilihan hidup yang harus saya perjuangkan. ia adalah izzah (kemulyaan) yang tidak boleh tergadai, karena apa yang saya lakukan pada hakikatnya merupakan penghormatan terhadap diri saya sendiri dan orang lain. Jika di titik awal saja saya sudah kalah, bagaimana nanti saat menghadapi realitas yang jauh lebih 'ganas' daripada sekedar berdialektika ini dan itu saat tes.
Mohon do'a ya...
masih ada 2x tes lagi hingga akhir desember :)

Friday, December 5, 2008

Jalan-Jalan...

Cari Inspirasi...
Cari semangat...
Refleksi Diri...
Membuang Jenuh...
Menyambung usia...
And plg urgent, menyelamatkan diri! he...
Barabai...I'm coming...
I have feel ok :)