Kemarin saya berkesempatan silaturrahim dengan warga di desa landasan Ulin Banjarbaru sekaligus ifthar bareng di KM.21. Sebenarnya butuh perjuangan yang cukup sulit untuk saya bisa memenuhi undangan pertemuan itu, yah..mungkin bisa dibilang kontroversi hati, karna disaat yang sama juga ada undangan ifthar (buka puasa) bareng dari rekan2 gerakan mahasiswa. Tak heran hal ini kembali terjadi, karena sebelumnya apologi2 untuk mencari pembenaran atas ketidak adilan saya tanpa sadar sudah saya lakukan. hanya karerna saya belum menenukan ruh juang diranah dakwah yang baru ini, kali ini saya tak punya cita-cita strategis, hanya ada cita-cita yang sifatnya pragmatis dan itupun persentasenya tidak bisa dibilang besar.
Ya, beberapa waktu lalu saya sempat bicara dengan bapak yang menjadi penanggung jawab dakwah masyarakat ulin, meminta pengertian dan permakluman atas kerja-kerja saya yang selama ini kurang optimal. Terkadang saya juga tidak mengerti alasan apa yang membuat saya begitu sulit mengurangi perhatian pada dakwah mahasiswa, sehingga beberapa kali pertemuan bersama warga ulin tidak saya hadiri hanya karena pertemuan itu berbenturan dengan acara KAMMI yang sudah saya janjikan terlebih dahulu. Sampai akhirnya saya menerima sebuah sms yang sangat menggugah rasa tanggung jawab saya, bahwa selama ini saya telah secara sengaja melalaikan amanah yang besar itu, bahwa selama ini sikap saya sangat tidak adil padahal pilihan menerima amanah itu saya lakukan secara sadar.
Selama acara berlangsung saya kehilangan konsentrasi, atau mungkin lebih tepatnya merasa terasing. Keterasingan itu kian membesar ketika mengingat sekian puluh kilometer dari sini teman2 saya juga lagi asik buka puasa bersama anak-anak mahasiswa. Disini tak ada pembicaraan ideologis-strategis, disini juga tak akan ditemukan diskusi2 menyenangkan tentang peradaban masa depan. jangankan berharap ada pembicaraan2 seperti itu, karena problematika rumah tangga saja sudah membuat kening para ibu2 itu berkerut. terasa 'aneh' bagi saya ketika harus memulai pembicaraan bertopik sederhana tentang seputar kehidupan mereka, bercanda dengan anak-anaknya atau obrolan iseng seputar cara membuat kue&urap. nampaknya kali ini saya menjadi seorang adaptor yang cukup lambat, tapi saya memang harus banyak belajar, belajar dengan filosofi yang tepat, bahwa setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah guru...Para ibu2 rumah tangga itu adalah guru, minimal guru atas kesabaran saya
Dalam perjalanan pulang sambil berkendaraan saya banyak merenung dan berfikir. selama menjadi mahasiswa begitu jauhkah jarak saya dengan masyarakat? Benarkah visi KAMMI sudah terinternalisasi secara benar didalam diri saya, benarkah impian 'masyarakat islami' itu perlahan telah berusaha kami wujudkan sementara realitanya sulit sekali membangun komunikasi horizontal dengan elemen terbesar itu..
Fenomena ini benar2 paradoks sebuah gerakan mahasiswa, jika tidak segera kita perbaiki. karena kita seringkali 'ingin mereboisasi bumi tapi jarang sekali memerintahkan tangan untuk turun sekedar menyentuh bumi'..
Semoga dengan tempaan amanah ini saya jd lebih bersemangat dalam belajar menghadapi dunia yang sebenarnya, bahwasanya amanah ini merupakan bagian dari usaha saya untuk mengimplementasikan cita-cita besar KAMMI, 'mewujudkan masyarakat islami bagi Indonesia'.
Banjarbaru,210908---02.00wita
kesadaran yang terbangun dalam keterasingan
Sunday, September 21, 2008
Transisi Menuju Dakwah Masyarakat
Diposting oleh Ma'rifah di 7:01 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment