Sabtu kemarin Allah memberikan kami kesempatan untuk menjelajahi sebagian kecil dari dunianya, menjenguk desa kecil di pelosok Kalimantan Tengah sekaligus menghadiri undangan walimatul ursy seorang sahabat di kecamatan Tamban Baru, desa Handil Sekawan. Berdasarkan setting awal, mestinya perjalanan kami lakukan jam 07.00wita, tapi karna harus ‘berputar’ mencari ‘Kado Spesial’ & CD Nasyid pesanan pengantin yang bisa diputar di acara walimahnya, akhirnya perjalanan kami ngaret 1 jam dari kesepakatan awal.
Mengingat hari itu adalah hari sabtu yang biasanya full agenda, maka kami cukup memperhitungkan kemungkinan perjalanan itu. Berdasarkan prediksi kami akan tiba kembali di Banjarbaru maksimal pukul 14.00wita. Berhubung tak satupun dari kami bertiga yang pernah melakukan perjalanan kesana, maka Berbekal sebuah peta, perjalanan menuju tamban pun kami mulai. Mulai dari menyebrangi Sungai Barito (konon sungai terlebar di Kalimantan) dengan menggunakan ferry kayu kemudian menyusuri jalan-jalan setapak yang dikiri kanannya terdapat aliran sungai (sekecil parit dengan air berwarna coklat tua) dan beberapa petak areal persawahan. Dari karakter desanya aku tak bisa menangkap jelas mata pencaharian sebagian besar penduduk Tamban, mungkin berkebun dan menggarap sawah, karena dihalaman beberapa rumah penduduk yang aku lewati terlihat banyak padi yang dijemur. Dari hasil analisaku, sebagian besar penduduk tidak mempunyai tempat MCK khusus dirumah2, kerena fasilitas itu berjajar ditepian sungai kecil dipinggir ruas jalan. Walaupun agak aneh, tapi aku mencoba memaklumi bahwa memang seperti itulah kenyataannya. Perjalanan hari itu menyenangkan, suasana Tamban yang ‘ndeso’ membuat perjalanan itu jauh lebih indah dan menantang dari apa yang aku bayangkan. Permukaan jalan yang ‘bergelombang’ juga membuat perjalanan kami jadi lebih berseni, karena tak jarang permukaan jalan yang tidak rata itu membuat tubuh kami terpaksa ’terloncat’ di atas kendaraan
Peta yang kami bawa berakhir di KM.15, sementara tempat acara berada di KM.22, walhasil kami jadi sering singgah dan bertanya pada warga setempat. Di tikungan terakhir, tepatnya di KM.21 kami kembali singgah di depan rumah warga untuk memastikan arah perjalanan kami, hari itu panas matahari kian membakar karna waktu telah menunjukkan pukul 12.00wita, sementara kami tak jua kunjung sampai. Sementara disuatu tempat (yang kami tak tau letak persisnya dimana) sang pengantin sibuk menghubungi aku, lantaran khawatir kalau saja kami tersesat. Akhirnya berdasarkan petunjuk sang Bapak kamipun tsiqah & memutuskan menyusuri jalan kecil yang lurus dan lebih mirip dengan jalan tikus itu. Bisa dibilang jalan itu hancurnya bukan main! Ruas jalannya dipenuhi lobak sana-sini dari tanah liat kuning, beberapa kali kendaraan kami hampir jatuh terpeleset karena jalan itu terlalu licin, dan yang pasti tak diragukan lagi sendal, kaos kaki dan rok kami jadi tempat peristirahatan yang nyaman bagi para lumpur. Setelah menyusuri jalan tanah liat sekian puluh meter jauhnya, baru lah kami tau bahwa kami tersesat! Dan harus kembali memutar haluan dan tak ada pilihan lain kecuali kembali menyusuri jalan becek itu. Oh my God, rasanya tak sanggup! Jika bukan karena ukhuwwah pasti kami sudah kehabisan tenaga untuk kembali meneruskan perjalanan hari itu. Menyadari itu aku, kia dan retno jadi tertawa berbarengan, apalagi setelah memperhatikan wajah satu sama lain membuat kami semakin geli. Saat itu kami lebih tampak mau pergi ke sawah dari pada ke undangan walimah. Tapi bukan IM (intellegent Muslimah) namanya kalau tidak cuek aja..hehe
Pukul 12.45wita, pencarian kami berakhir. Dengan penampilan acak adut dan sisa2 tenaga aku mencoba setulus mungkin tersenyum kepada sahabatku yang lagi berbahagia itu. Setelah shalat dzuhur dan mengobrol banyak hal kami pun pamit pulang, ada agenda Halaqah salah seorang dari kami yang mesti di kejar jam 14.00wita hari itu.
Tapi ternyata perjalanan pulangpun tak kalah berseni, kami terpaksa harus rela basah kuyup karena hujan sangat deras. Yang artinya semakin kotorlah wajah dan pakaian kami L. Akhirnya disepanjang jalan kami harus bernostalgia dengan hujan, walaupun sudah memakai jaket, tetap aja dinginnya menusuk karena jaketnya juga basah :p tapi apapun yang terjadi kami tetap menikmatinya, ‘jarang-jarang kita bisa main hujan.he..’
Sesampainya di pelabuhan ferry, kami harus lama menunggu sampai akhirnya waktu ashar tiba (alhamdulillah shalat sudah di jamak qashar) dan ferry belum juga datang, sementara angin dipelabuhan bertiup sangat kencang, sangat dingin, ditambah lagi perut kami sudah sangat keroncongan. Akhirnya mie instan kering dan sejenisnya menjadi pilihan untuk mengganjal perut saat itu.
Dengan perjalanan yang sedemikian berliku dan permintaan maaf kepada murabbi karena perjalanan banyak menemui cobaan, akhirnya kami tiba kembali diBanjarbaru jam 18.10wita menuju satu tempat terdekat, Asramaku. semuanya terbantai malam itu. Tak ada yang mempunyai tenaga untuk pulang ke rumah masing-masing. Malam itu kami tidur dengan puas dan pulas :)
Pelajaran perjalanan yang bisa aku petik :
1. Berjalanlah! maka kamu akan banyak berfikir dan belajar
2. Allah banyak menitipkan hikmah&inspirasi pada semesta jika kita mau berfikir dan membuka hati untuk berbicara dengannya
3. Pencarian yang dilakukan dengan penuh cobaan dan rintangan akan jauh lebih mempunyai nilai hikmah & berkesan, dari pada pencarian yang ’biasa-biasa’ saja
4. ’Jangan berjalan terlalu lurus’ atau ’terlalu sering berbelok-belok’ nanti kamu justru akan tersesat! J
5. Jangan mudah menerima satu pendapat sebelum kita mempunyai pembandingnya, karena bisa terjadi banyak persepsi yang berbeda dalam menyampaikan ataupun menangkap pesan dari masing-masing orang
6. Teman2, ini hanya pendapatku sesuai dengan situasi dan kondisi perjalanan hari itu, belum tentu bisa berlaku general bagi semua keadaan :)
Banjarbaru, Sabtu-181008
Mengurai Hikmah Semesta...